Kyai abdul Jalal I

public profile

Is your surname Penguasa Kaliyoso?

Research the Penguasa Kaliyoso family

Share your family tree and photos with the people you know and love

  • Build your family tree online
  • Share photos and videos
  • Smart Matching™ technology
  • Free!

Kyai Abdul Jalal Penguasa Kaliyoso

Birthdate:
Death:
Immediate Family:

Son of Kyai Nitimanggolo
Father of Kyai Abd Jalal II

Managed by: Kusrahadi SayidSulistyo
Last Updated:
view all

Immediate Family

About Kyai abdul Jalal I

'Kyai Abdul Jalal adalah Pendiri Tanah Perdikan Kaliyoso

Beliau Masih keturunan dari Ki Ageng Wonosobo ( Cucu raja Brawijaya V )

Sejarah Singkat Kaliyoso Jogopaten

Terletak disebelah utara kota Solo berjarak kurang lebih 15 Km terdapat sebuah dusun yang konon pada masa lalu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam. Tersebutlah sebuah tempat yang bernama Kaliyosojogopaten, atau dikenal hanya dengan sebutan Kaliyoso. Secara geografis, dusun Kaliyoso berada disebelah utara sungai (kali) cemoro. Kawasan ini masuk dalam desa Jetis Karangpung, kecamatan Kalijambe, kabupaten Sragen. Bagaimanakan wilayah ini pertama kali dibuka menjadi sebuah pemukiman dan menjadi pusat penyebaran agama Islam, yang awal mulanya merupakan sebuah hutan lebat ?.

Pada kurun waktu dua setengah abad yang silam, dusun kaliyoso yang terletak kurang lebih 12 Km sebelah utara kota Solo itu bernama “Alas Jogopaten” (bca: hutan Jogopaten). Dari beberapa sumber, sejarah kaliyoso dimulai dari seorang bernama Bagus Turmudi yang sejak kecil ikut kakeknya yang bernama Kyai Abdul Djalal (wafat dan dimakamkan di Pedan, Klaten). Bagus Turmudi ini kemudian hari terkenal dengan nama Kyai Abdul Djalal 1.

Setelah umurnya beranjak dewasa, Bagus Turmudi (Kyai Abdul Djalal 1) terus menambah dan memperdalam ilmu agamanya ke beberapa pesantren, diantaranya ke pesantren di daerah Surabaya, Semarang, dan akhirnya ke Pesantren Kyai Mojo, Baderan, seorang Kyai yang juga merupakan penasehat Pangeran Diponegoro. Di Pesantren itu pula beliau diambil menantu oleh salah seorang gurunya yang bernama Kyai Jumal Korib.

Pada perjalanan selanjutnya, untuk menyebarluaskan ilmu yang telah dipelajarinya, Ia diperintahkan oleh Guru yang sekaligus mertuanya untuk pergi ke suatu tempat di sebelah utara Surakarta dengan disertai rombongan beberapa teman.

Munajat Diatas Watu Soye

Perjalanan rombongan dimulai dari Mojo, Baderan melalui Surakarta, menyusuri Bengawan Solo terus ke arah timur, sesampai dipertemuan kali cemoro dengan bengawan solo kemudian perjalanan diteruskan ke arah barat menyusuri Kali Cemoro. Sesampainya di suatu tempat yang bernama “Watu Soye”, Kyai Abdul Djalal 1 beserta rombongan berdiam beberapa lamanya disana. Dan konon, di atas Watu Soye atau Watu Suci yang sangat besar yang terletak di tengah-tengah sungai cemoro itu (sampai sekarang masih dapat disaksikan keberadaannya dengan bekas tapak kaki Kyai Abdul Djalal 1) Beliau sering melakukan Sholat dan Munajat kepada Allah Ta’ala.

Pada suatu saat, ketika bermunajat kepada Allah swt, Beliau mendapat ilham agar melanjutkan perjalanan kesuatu tempat yang bernama “Grasak”. Setelah meninggalkan Watu Soye menuju barat, akhirnya Kyai Abdul Djalal 1 dalam keprihatinannya mendapatkan ilham dari Allah, bahwa disitulah tempat sebenarnya yang dituju (sebelah selatan dari Masjid Kaliyosojogopaten sekarang).

Ditempat inilah Beliau mulai melakukan rialat, sholat, puasa dan amalan-amalan lainya dengan harapan agar dalam membuka hutan grasak (alas jogopaten) dapat dilakukan dengan mudah dan selamat atas pertolongan Allah. Karena, konon katanya, di dalam hutan jogopaten inilah pusatnya para jin dan makhluk halus lainya, sehingga “Jogopaten” itupun menurut cerita berasal dari kata “Jogo Pati” atau berjaga-jaga untuk bersedia mati bila berani memasuki hutan tersebut..

Setelah berhasil menerobos kedalam hutan dan membersihkannya, Beliau pertama kali mendirikan sebuah rumah,disusul dengan mendirikan sebuah surau (langgar) dan tempat mengajar agama Islam (Pondok Pesantren). Lambat laun tempat itu menjadi ramai dengan kehadiran orang-orang yang ingin mencari ilmu (baca: nyantri). Disamping itu, beberapa orang keluarga Kyai Abdul Djalal 1 dan juga dari keluarga pengikutnya menyusul pula pindah ke tempat itu.

Asal Mula Nama “Kaliyoso”

Pada sekitar tahun 1788 M, pada saat Surakarta Hadiningrat diperintah oleh Paku Buwana IV yang dikenal dengan sebutan Sinuhun Bagus, Sang Permaisuri Raja yang bertahtakan di Karaton Surakarta Hadiningrat itu sedang mengandung dan menginginkan (baca: ngidam) merasakan daging kijang. Untuk menuruti keinginan sang Permaisuri, PB IV beserta beberapa pejabat keraton pergi berburu ke hutan Krendowahono yang terletak di sebelah selatan hutan Jogopaten. Namun sayang, belum sempat mereka mendapatkan buruan kijang, secara gaib tiba-tiba saja PB IV hilang tanpa bekas, sehingga para pengikutnya menjadi gusar semua. Berhari-hari mereka mencari PB IV ke segenap penjuru hutan itu, namun sia-sia belaka. Sehingga pada suatu hari ada seorang penduduk disitu memberi petunjuk, bahwa diutara sungai ada seorang Kyai yang mungkin dapat dimintai pertolongannya untuk menemukan PB IV yang telah hilang.

Syahdan, setelah Kyai Yang tidak lain adalah Kyai Abdul Djalal 1 tadi dapat ditemui para pejabat keraton, beliau menyanggupi untuk membantu, akan tetapi bukan beliau sendiri yang akan mencari PB IV, tugas yang sangat berat itu dipercayakan pada seorang keponakannya yang bernama Bagus Murtojo (baca: Murtolo / Murtadlo). Benar juga, Bagus Murtojo atau lebih dikenal sekarang dengan nama Kyai Muhammad Qorib (makam diselatan kali cemoro) dapat menemukan sinuhun PB IV dalam waktu yang sangat singkat yang selanjutnya dapat meninggalkan tempat yang angker itu dan pulang kembali ke Karaton Surakarta.

Pada suatu ketika, PB IV menemui Kyai Abdul Djalal 1 di kediamannya guna menyampaikan rasa terima kasih atas bantuan yang pernah dilakukan dalam usaha menemukan kembali dirinya (PB IV). Pada saat itulah PB IV dihadapan Kyai Abdul Djalal 1 terlontar kata-katanya : “Tempat ini sekarang saya namai Kaliyoso”. Demikianlah asal mula nama Kaliyoso, sedang apa maksud dan arti sebenarnya, hingga sekarang belum dapat diketahui secara pasti. Disamping memberikan nama Kaliyoso, PB IV juga memberikan tanah perdikan secukupnya untuk tempat mengembangkan ajaran agama islam. Beliau juga berkenan memberikan kenang-kenangan berupa sebuah mimbar dan pintu masjid serta benda-benda pusaka keraton berupa tombak dan keris, salah satu diantaranya adalah tombak “Kyai Ronda”. Kesemuanya itu dapat disaksikan keberadaannya sampai sekarang di Masjid Jami’ Kaliyosojogopaten.

Adapun Bagus Murtojo / Kyai Muhammad Qorib sendiri diambil atau diakui sebagai saudara angkat PB IV. Setelah Kyai Abdul Djalal 1 wafat, kedudukan sebagai pemimpin agama di Kaliyoso digantikan berturut-turut oleh Kyai Abdul Djalal 2, 3, dan 4 serta seterusnya serta pada anak turun Kyai Abdul Djalal meskipun namanya tidak nunggak semi dengan Kyai Abdul Djalal.