1 Angkawijaya Prabu Geusan Ulun (1579-1601 Kusumahdinata-2)

public profile

1 Angkawijaya Prabu Geusan Ulun (1579-1601 Kusumahdinata-2)'s Geni Profile

Share your family tree and photos with the people you know and love

  • Build your family tree online
  • Share photos and videos
  • Smart Matching™ technology
  • Free!

Related Projects

1 Angkawijaya Prabu Geusan Ulun (1579-1601 Kusumahdinata-2)

Also Known As: "P. Angkawijaya / Prabu Geusan Ulun/Koesoemahdinata II (Sayyid Maulana Ja'far)"
Birthdate:
Birthplace: Sumedang Regency, West Java, Indonesia
Death: November 05, 1608 (52)
Kutamaya, Sumedang Larang
Place of Burial: Sumedang Utara, Sumedang, West Java, Indonesia
Immediate Family:

Son of 1 Pangeran Santri / Kusumadinata-1 (R. Solih) and Nyi Mas Ratoe Poetjoek Oemoen / Ratu Satyasih
Husband of #3 Nyimas Pasarean NR. Halimah (m. Gunung Cupu Pasarean Kec. Sumedang Selatan); #1 2 NM. Cukang Gedeng Waru / NM. Sari Hatin; 2 #2 Ratu Emas Harisbaya / NRt. Narantaka (asal Sampang Madura) Nyi Mas Ratu Narantaka and Private
Father of Nyimas Rd. Munah Tjipakoe [3] Darmaraja; 14 Kiai Dmg Tjipakoe .; Private; Private; Private and 25 others
Brother of Dmg Rangga Dadji (Hadji); Santoan Awi Loear .; Santoan Wirakoesoemah; 3 Demang Watang Walakung; 5 Santoan Tjikeroeh and 2 others

Occupation: King of Sumedang Larang 1579-1601, Raja Sumedang Larang
Managed by: Private User
Last Updated:
view all 47

Immediate Family

About 1 Angkawijaya Prabu Geusan Ulun (1579-1601 Kusumahdinata-2)

INCLUDED IN SILSILAH KELUARGA PROJECT

Birth: Abt 19 July 1558, Died: 1608, Buried: Dayeuh Luhur (Dayeuh Kolot, Rengganis), Sumedang

Radja Sumedang Larang 1579-1601. (#8)

Pangeran Geusan Oeloen.

Pangeran Koesoemadinata II.

Pangeran Angkawijaya.

Sayyid Maulana Jafar

(Had 15 children from 3 wives, in "Silsilah Pangeran Santri" book, the name of his wives were not written (this information are from family tree charts and other written history about Sumedang Larang Kingdom), the mother and child relationship also not writen, therefor the list of the children written under the first wife, except Rd. Rangga Gempol I was the son of Ratu Harisbaya). The list of the children are as follow:

  1. Pgn. Rangga Gede
  2. Rd. Ar. Wiraraja I
  3. Ki Kadu Rangga Gede
  4. Ki Rangga Patra Kelana
  5. Ki Ar. Rangga Pati
  6. Ki Ngabehi Watang
  7. Ni.Ms.Dmg. Cipaku
  8. Ni.Ms.Ngb. Martayuda
  9. Ni.Ms.Rg. Wiratama
  10. Rd.Rg. Nitinagara
  11. Ni.Ms.Rg. Pamadi
  12. Ni.Ms. Dipati Ukur
  13. Pgn.Rg. Gempol I
  14. Pgn. Tegal Kalong
  15. Ki.Dmg. Cipaku

Notes on 25 Mar 2012/em: In the new numbering system from YPS (Yayasan Pangeran Sumedang) the three wives along with the children as follows:

Wife#1: Cukang Gedeng Waru, with 12 children:

  1. Pgn. Rangga Gede
  2. Rd. Ar. Wiraraja I
  3. Ki Kadu Rangga Gede
  4. Ki Rangga Patra Kelana
  5. Ki Ar. Rangga Pati
  6. Ki Ngabehi Watang
  7. Ni.Ms.Dmg. Cipaku
  8. Ni.Ms.Ngb. Martayuda
  9. Ni.Ms.Rg. Wiratama
  10. Rd.Rg. Nitinagara
  11. Ni.Ms.Rg. Pamadi
  12. Ni.Ms. Dipati Ukur

Wife#2: Ratu Harisbaya, with 2 children:

  1. Pgn.Rg. Gempol I
  2. Pgn. Tegal Kalong

Wife#3: Nyi Mas Pasarean, with 1 child:

  1. Ki.Dmg. Cipaku

SAME PROFILE



Alvin add duplicate of this profile , will be merged after this path is clear.

Info from Moggi / R.TB Moggi NorSatya GUNAWAN

Based from "Paririmbon Ka-Aria-an Parahiyang" .compiled by "Bale Adat Kaum Parahiyang, ordered by Kanjeng Aria Gerendeng V.R.A Idar Dilaga on 1830. Noted the childrents of Prabu Geusan Ulun from the wife, Ratu Harisbaya are :

1. Suriadewangsa 1 / Pangeran-Rangga-Gempol-I-KOESOEMADINATA-III. 2. Pangeran-Tmg-Tegal-Kalong. 3. Rd-Aria-Wiraradja-I-Pangeran-Jaga-Laut. 4. Rd-Rg-Nitinagara-or-Dlm-Rg-Nitinagara-Knj-Dlm-Adp-Rg-Nitinagara.

So Based by this data, this 4 figure's mother are Ratoe Harisbaya.



NOTES ON 14 SEPTEMBER 2010/EM:

PLEASE DO NOT MERGE THIS PROFILE AT THIS TIME

Pangeran Muhammad, Dipati Telerung, Pangeran Palakaran, Maulana Muhammad.[-25]

makam dikampung Cicurug, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka,


Prabu Geusan Ulun bin Pangeran Santri

raja mandala Kerajaan Sumedang Larang 1578-1610

Makam : Prabu Geusan Ulun Adji Putih yang terletak di komplek pemakaman Dayeuh Luhur Sumedang.
Keturunan : Istri 3, anak = 28 , Cucu =

  • 1 Gedeng
  1. Pangeran Rangga Gede alias Kusumahdinata III.
  2. Raden Aria Wiraraja I.
  3. Ki Kadu Rangga Gede.
  4. Ki Rangga Patra Kelana.
  5. Ki Aria Rangga Pati.
  6. Ki Ngabehi Watang.
  7. Nji Mas Demang Cipaku.
  8. Nji Mas Ngabehi Martayuda.
  9. Nji Mas Rangga Wiratama.
  10. Raden Rangga Nitinagara alias Dalem Rangga Nitinagara.
  11. Nji Mas Rangga Pamade.
  12. Nji Mas Dipati Ukur.
  13. Pangeran Tumenggung Tegal Kalong.
  14. Kiai Demang Tjipakoe.
  • 2 Harisbaya
  1. Pangeran Rangga Gede alias Kusumahdinata III.
  2. Raden Aria Wiraraja I.
  3. Ki Kadu Rangga Gede.
  4. Ki Rangga Patra Kelana.
  5. Ki Aria Rangga Pati.
  6. Ki Ngabehi Watang.
  7. Nji Mas Demang Cipaku.
  8. Nji Mas Ngabehi Martayuda.
  9. Nji Mas Rangga Wiratama.
  10. Raden Rangga Nitinagara alias Dalem Rangga Nitinagara.
  11. Nji Mas Rangga Pamade.
  12. Nji Mas Dipati Ukur.
  13. Pangeran Tumenggung Tegal Kalong.
  • 3 Pasarean
  1. Ki Demang Cipaku

Pangeran Angkawijaya terkenal dengan gelar Prabu Geusan Ulun dalam silsilah keluarga Sumedang adalah putra Pangeran Kusumahdinata I (Pangeran Santri) selain dianggap sebagai raja daerah atau mandala Kerajaan Sumedang Larang juga mendapat gelar jabatan Nalendra dari Kerajaan Pakuan Pajajaran. Pangeran Angkawijaya (kelak bergelar Prabu Geusan Ulun) lahir pada tanggal 3 bagian terang bulan srawana tahun 1480 saka (+ 19 Juli 1558).

Dia dijadikan titik tolak urutan para keturunan Sumedang serta diposisikan sebagai Bupati pertama walaupun istilah Bupati belum dikenal pada waktu itu. Mulailah urutan para penguasa atau Bupati yang memerintah Sumedang secara turun menurun, dimulai dari pewarisan kekuasaan/ kerajaan kepada salah satu putranya yang bernama Prabu Geusan Ulun atau Pangeran Kusumadinata II dan bergelar Nalendra yang memerintah dari tahun 1578 sampai tahun 1610.

ISTRI PANEMBAHAN RATU Cirebon, yaitu RATU ARISBAYA, jatuh cinta kepada Geusan Ulun dari Sumedang. Hampir terjadi pertumpahan darah yang menimbulkan banyak korban. Kemudian diadakan perdamaian oleh kedua belah pihak. Sumedang menyerahkan daerah SINDANGKASIH MAJALENGKA sebagai imbalan, karena kesediaan PANEMBAHAN RATU CHERIBON untuk menceraikan RATU ARISBAYA. Dari Panembahan Ratu, ARISBAYA tidak berputra. Dalam perkawinannya dengan GEUSAN ULUN, Ratu Arisbaya berputra 3 orang :
1. Tumenggung Tegalkalong,
2. Raden Arya Wiraraja, dan
3. Raden Nitinagara. (CPCN: 95, 13-14).

Meneruskan kepemimpinan Pakuan Pajajaran

Pada masa pemerintahannya datang menghadap untuk mengabdi serombongan orang yang dipimpin oleh empat Kandage Lante (bangsawan/ abdi raja setingkat bupati) dari Pakuan Pajajaran yang telah hancur diserang Kesultanan Banten, kedatangannya selain melaporkan bahwa Pajajaran telah bubar juga meminta agar Prabu Geusan Ulun meneruskan kepemimpinan Pakuan Pajajaran, diserahkanlah mahkota emas milik Raja Pakuan Pajajaran yang bernama Binokasih (Mahkota Binokasih) berikut perhiasan serta atribut kebesaran lainnya sebagai bentuk pernyataan bahwa Kerajaan Sumedang Larang telah ditetapkan sebagai penerus kekuasaan Pakuan Pajajaran.

Ke empat Kandaga Lante tersebut adalah :

  1. Batara Sang Hyang Hawu (Sanghyang Hawu atau lebih dikenal sebagai Eyang atau Embah Jaya Perkasa).
  2. Batara Pancar Buana (Terong Peot).
  3. Batara Dipati Wiradijaya (Nangganan).
  4. Batara Sang Hyang Kondang Hapa.

Dengan kejadian tadi berarti kedudukan dan kekuasaan Prabu Geusan Ulun, Raja Sumedang Larang, menjadi lebih besar dengan menerima hibah sebagian besar wilayah bekas Kerajaan Pakuan Pajajaran (seluruh Tatar Sunda kecuali Banten dan Cirebon), sementara Raja Pakuan Pajajaran terakhir (Prabu Nusiya Mulya/Raga Mulya/ Suryakancana) menurut kabar menyingkir ke Gunung Salak sambil menghimpun kekuatan untuk serangan balasan, namun tidak pernah terlaksana karena dia keburu meninggal dunia. Walaupun telah menerima wilayah kekuasaan dari bekas Kerajaan Pakuan Pajajaran, sulit bagi dia untuk mengembangkan kekuasaannya karena posisi Kerajaan Sumedang Larang terjepit di antara dua kekuatan besar kerajaan yaitu Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon yang sama-sama mengincar wilayah bekas Pakuan Pajajaran.

Pada masa pemerintahannya terkenal dengan peristiwa yang menggemparkan sekaligus memalukan yaitu, dibawa kaburnya Ratu Harisbaya salah satu istri Raja Cirebon Pangeran Girilaya Panembahan Ratu pada saat Prabu Geusan Ulun berkunjung ke Keraton Cirebon sekembalinya dari Kerajaan Demak dalam rangka memperdalam agama Islam, terjadi penyerbuan Cirebon yang mengakibatkan dia terpaksa menyingkir ke Dayeuh Luhur bersama Ratu Harisbaya serta sebagian kecil rakyat dan pengikutnya. Meski pada akhirnya tercapai perdamaian dengan Cirebon namun Sumedang Larang mengalami kerugian besar yaitu hilangnya wilayah Sindang Kasih yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Majalengka diserahkan kepada Panembahan Ratu Cirebon sebagai pengganti talak tiga atas nama Ratu Harisbaya, sejak itulah pusat pemerintahan Sumedang Larang pindah dari Kutamaya ke Dayeuh Luhur dan akhirnya dia wafat dan dimakamkan disana bersama Ratu Harisbaya.

Ratu Harisbaya diperistri oleh Pangeran Geusan Ulun sebagai istri kedua dan memiliki anak salah satunya bernama Suriadiwangsa yang kelak bergelar Pangeran Kusumadinata IV, sementara dari istri pertama yang bernama Nyai Mas Cukang Gedeng Waru memiliki anak salah satunya bernama Rangga Gede dan diberi gelar Pangeran Kusumadinata III, untuk tidak menimbulkan pertengkaran di kemudian hari maka pada tahun 1601 wilayah Sumedang Larang dibagi dua yang masing-masing dipimpin oleh kedua putranya diatas.

Dalam masa Kesultanan Mataram

Dalam masa tersebut Kesultanan Mataram-Jawa Tengah di bawah pimpinan Sultan Agung mengalami masa keemasan dan merupakan kesultanan yang sangat kuat, dilatar belakangi kekhawatiran terhadap ekspansi kesultanan Banten ke arah Timur setelah menaklukkan Pakuan Pajajaran, mendorong Suriadiwangsa berangkat ke Mataram meminta perlindungan.

Setibanya di Mataram dia menyampaikan maksudnya kepada Sultan Agung, dan mendapat sambutan hangat serta mendapat gelar Rangga Gempol Kusumadinata dari Sultan Agung yang dalam urutan silsilah Sumedang disebut Rangga Gempol I. Penghargaan lain dari Sultan Agung ialah menjuluki wilayah kekuasaan Sumedang tersebut dengan nama Prayangan artinya daerah yang berasal dari pemberian dibarengi oleh hati yang ikhlas dan tulus. Di kemudian hari dengan lafal setempat nama Prayangan berubah menjadi Priangan, berbeda dengan kata Parahyangan (Para-Hyang-an) yang artinya identik tempat tinggal para dewa atau orang suci (Hyang).

Latar belakang lainnya yang mendorong Sumedang menempatkan diri di bawah pretensi atau proteksi Mataram:

Hanya Kerajaan atau Kesultanan Mataram di bawah kepemimpinan Sultan Agung yang dianggap dapat mengimbangi kekuatan Banten. Ratu Harisbaya merupakan kerabat Raja atau Sultan Mataram, sehingga yang berangkat ke Mataram adalah putranya sendiri (Raden Suriadiwangsa alias Rangga Gempol I).
Seperti halnya Sumedang Larang, Kerajaan atau Kesultanan Mataram memiliki pendahulu yang sama yaitu Kerajaan Galuh, sehingga masih memiliki kekerabatan.

Rasa sakit hati terhadap Banten yang telah menghancurkan Pakuan Pajajaran, dibarengi pula rasa takut menghadapi kemungkinan ekspansi Kesultanan Banten dalam rangka menguasai wilayah bekas Pakuan Pajajaran. Akibat peristiwa Harisbaya hubungan Sumedang Larang dengan Cirebon menjadi kurang harmonis, timbul pula kekhawatiran terhadap ekspansi Cirebon.

Sementara itu sedang terjadi perang dingin antara Kesultanan Banten dengan Kesultanan Cirebon sementara Sumedang Larang terjepit di antara dua kekuasaan tadi sehingga mengambil jalan keluar dengan mengabdikan diri ke Mataram, yang memiliki kekuatan melebihi kedua Kesultanan tadi.

Sumedang baru pertama kali memiliki meriam dan senjata api ± 30 tahun kemudian pada periode pemerintahan Pangeran Rangga Gempol III (Pangeran Panembahan) itupun dalam jumlah sedikit yang diperoleh dari pemberian Belanda. Aria Suriadiwangsa alias Kusumadinata IV alias Rangga Gempol I diangkat sebagai Bupati Wadana Prayangan, jabatan yang setingkat dengan Gubernur masa kini yang membawahi wilayah seluruh Jawa Barat kecuali Cirebon dan Banten (sebelum Banten menjadi propinsi pada era reformasi) termasuk membawahi wilayah yang dikuasai Rangga Gede alias Pangeran Kusumahdinata III, tidak berapa kemudian dia mendapat perintah untuk menaklukkan Sampang Madura.