Jaya Sasana (Wira Tanu (Dalem Cikundul) Bupati Cianjur 1 (1681-1691)

public profile

Jaya Sasana (Wira Tanu (Dalem Cikundul) Bupati Cianjur 1 (1681-1691)'s Geni Profile

Share your family tree and photos with the people you know and love

  • Build your family tree online
  • Share photos and videos
  • Smart Matching™ technology
  • Free!

About Jaya Sasana (Wira Tanu (Dalem Cikundul) Bupati Cianjur 1 (1681-1691)

Djajasasana R. H. Aria Wiratanu Datar I - Kangjeng Dalem Cikundul

Pangeran Ngabehi Jayasasana / Jayalalana / Raja Gagang
Penyebar Islam di Kp. Cijagang Ds. Majalaya Kec. Cikalong Kulon Kab. Cianjur.
Bupati Cianjur I (1677-1691 M)
Wafat : 1706

Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan Sunan Talaga, dengan membawa 100 cacah (rakyat) ditugaskan untuk membuka wilayah baru yang bernama Cikundul.

R. Djajasasana kemudian berhasil menahan serangan Banten dalam mempertahankan wilayahnya sehingga beliau dianugerahi gelar panglima (Wira Tanu). Sehingga beliau akhirnya dikenal dengan gelar Raden Aria Wira Tanu.

Cikundul yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub nagari tempat Raden Djajasasana disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer).

Runtuhnya Pajajaran menyebabkan beberapa kawasan merdeka dan menyebabkan beberapa kerajaan berusaha mengklaim wilayah kesan Pajajaran termasuk kerajaan Sumedang Larang di bawah Prabu Geusan Ulun yang menurut klaimnya bahwa semua kesan wilayah Pajajaran adalah wilayah Sumedang Larang. Dalam rangka menegakkan klaimnya, Prabu Geusan Ulun selanjutnya menyelenggarakan serangkaian kampanye militer untuk menaklukan wilayah-wilayah yang tidak tunduk pada klaimnya.

Untuk mengatasi kampanye militer Sumedang Larang, Cirebon selanjutnya memperkuat pertahanan, diantaranya adalah di wilayah Cimapag yang ketika itu wilayah Cimapag termasuk ke dalam wilayah tanggungjawab Jayasasana. Maka Cirebon selanjutnya mengangkat Jayasasana sebagai senapati atau panglima dengan gelar Wira Tanu (Wira Tanu artiannya Panglima atau Senapati).

Dalam masa genting seperti itu, beberapa kesatuan warga yaitu :

  1. Cipamingkis dibawah pimpinan : Nalamerta
  2. Cimapag dibawah pimpinan : Nyiuh Nagara
  3. Cikalong dibawah pimpinan : Wangsa Kusumah
  4. Cibalagung dibawah pimpinan : Natamanggala
  5. Cihea dibawah pimpinan : Wastu Nagara
  6. Cikundul dibawah pimpinan : Jayasasana dengan gelar Wira Tanu

bersepakat untuk menyatakan bahwa wilayahnya bersatu dijadikan satu negeri yang bernama Cianjur dan sepakat untuk mengangkat Jayasasana (yang sudah mendapat gelar Wira Tanu) untuk dijadikan Dalem. Karena sudah diangkatkan sebagai dalem (tidak lagi hanya senapati) Wira Tanu selanjutnya memakai gelar Aria, sehingga nama komplitnya dijadikan Raden Aria Wira Tanu.

Tidak sama dengan Bandung atau Sumedang, Cianjur merupakan kabupaten yang berdiri sendiri (merdeka) walaupun secara de jure sedang di bawah Mataram menempuh Cirebon. Ini terjadi karena berada akad selang Mataram dengan VOC untuk memberikan wilayah selang Cisadane-Citarum dijadikan wilayah VOC menurut kontrak tanggal 25 Februari 1677.

Dari kejauhan nampak di atas sebuah bukit yang sekelilingnya menghijau ditumbuhi pepohonan yang rindang. berdiri sebuah bangunan cukup megah dan kokoh. Bangunan artistik dengan nuansa Islam itu tiada lain makam tempat dimakamkannya Bupati Cianjur Pertama : Raden Aria Wira Tanu Bin Aria Wangsa Goparana periode (1681-1691) yang kemudian terkenal dengan nama Dalem Cikundul.

Areal makam yang luasnya sekitar 300 meter itu. berada di atas tanah seluas 4 hektar puncak Bukit Cijagang. Kampung Majalaya, Desa Cijagang, Kecamatan Cikalong-kulon. Cianjur, Jawa Barat atau sekitar 17 Km kearah utara dari pusat kota Cianjur.Makam Dalem Cikundul, sudah sejak lama dikenal sebagai obyek wisata ziarah. Dalem Cikundul, konon tergolong kepada syuhada sholihiin yang ketika masih hidup dan kemudian menjadi dalem dikenal luas sebagai pemeluk agama Islam yang taat dan penyebar agama Islam.

Catatan sejarah dan cerita yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, tahun 1529 kerajaan Talaga direbut oleh Cirebon dari Negara Pajajaran dalam rangka penyebaran agama Islam, yang sejak itu, sebagian besar rakyatnya memeluk agama Islam. Tetapi raja-raja Talaga. yaitu Prabu Siliwangi, Mundingsari, Mundingsari Leutik, Pucuk Umum, Sunan Parung Gangsa, Sunan Wanapri, dan Sunan Ciburang, masih menganut agama lama, yaitu agama Hindu. Sunan Ciburang memiliki putra bernama Aria Wangsa Goparana. dan ia merupakan orang pertama yang memeluk agama Islam, namun tidak direstui oleh orang tuanya. Akhirnya Aria Wangsa Goparana meninggalkan keraton Talaga, dan pergi menuju Sagalaherang.

Di Sagalaherang, Aria Wangsa Goparana mendirikan Negara dan pondok pesantren untuk menyebarkan agama Islam ke daerah sekitarnya. Pada akhir abad 17. Ia meninggal dunia di Kampung Nangkabeurit, Sagalaherang dengan meninggalkan putra-putri, yaitu :

  1. DJayasasana
  2. Candramanggala
  3. Santaan Kumbang
  4. Yudanagara
  5. Nawing Candradirana
  6. Santaan Yudanagara
  7. Nyai Mas Murti.

Aria Wangsa Goparana, menurunkan para Bupati Cianjur yang bergelar Wira Tanu dan Wiratanu Datar serta para keturunannya. Putra sulungnya Djayasasana dikenal sangat taqwa terhadap Allah SWT. tekun mempelajari agama Islam dan rajin bertapa.

Setelah dewasa Djayasasana meninggalkan Sagalaherang. diikuti sejumlah rakyatnya. Kemudian bermukim di Kampung Cijagang, Cikalong-kulon. Cianjur, bersama .pengikutnya dengan bermukim di sepanjang pinggir-pingir sungai. Djayasasana yang bergelar Aria Wira Tanu, menjadi Bupati Cianjur atau Bupati Cianjur Pertama periode (1681-1691). dikaruniai putra-puteri sebanyak 11 orang :

  1. Dalem Aria Wiramanggala.
  2. Dalem Aria Martayuda (Dalem Sarampad)
  3. Dalem Aria Tirta (di Karawang)
  4. Dalem Aria natamanggala (Dalem Aria Kidul / Gunung Jati cianjur)
  5. R.Aria Wiradimanggala(Dalem Aria Cikondang)
  6. Dalem Aria Suradiwangsa (Dalem Panembong)
  7. Nyimas Kaluntar
  8. Nyimas Bogem
  9. N R. Mas Karangan
  10. NR. Mas Kara
  11. Nyai Mas Djenggot

Beliau Juga memiliki seorang istri dari bangsa jin Islam, dan memiliki tiga orang putra-putri, yaitu

  1. Raden Eyang Surya Kancana, hingga sekarang dipercayai bersemayam di Gunung Gede hidup di alam jin.
  2. Nyi Mas Endang Kancana alias Endang Sukaesih alias Nyai Mas Kara, bersemayam di Gunung Ceremai,
  3. R. Andaka Warusajagad (tetapi ada juga yang menyebutkan bukan putra, tetapi putri bernama Nyai Mas Endang Radja Mantri bersemayam di Karawang).

Bertitik tolak dari situlah, Dalem Cikundul sebagai leluhurnya sebagian masyarakat Cianjur, yang tidak terlepas dari berdirinya pedaleman (kabupaten) Cianjur. Maka Makam Dalem Cikundul dijadikan tempat ziarah yang kemudian oleh Pemda Cianjur dikukuhkan sebagai obyek wisata ziarah, sehingga banyak dikunjungi penziarah dari pelbagai daerah. Selain dari daerah-daerah yang ada di P Jawa, banyak juga penziarah dari luar pulau Jawa seperti dari Bali. Sumatra. Kalimantan, banyak juga wisatawan mancanegara. Penziarah setiap bulan rata-rata mencapai 30.000 lebih pengunjung, mulai dari kalangan masyarakat bawah, menengah, hingga kelas atas, dan ada pula dari kalangan artis.

Maksud ziarah itu sendiri sebagaimana diajarkan dalam Islam, supaya orangeling akan kematian. Disamping itu, ziarah kepada syuhada solihin selain mandoakanya juga untuk tawasul memohon kepada Allah SWT melalui syuhada solihin sebagai perantara terhadap Allah SWT. Karena syuhada solihin lebih dekat dengan Allah SWT. umumnya yang berziarah antara lain ada yang ingin memperoleh kelancaran dalam kegiatan usahanya, dipercaya atasan, cepat memperoleh jodoh, dan lainnya. Sebelum melaksanakan ziarah di pintu masuk makam harusnya diberi nasehat-nasehat oleh juru kunci, dimaksudkan agar tidak sesat (tidak menyimpang dari akidah dan tidak terjerumus kedalam jurang kemusyrikan).

Makam Dalem Cikundul.

Semula kondisinya sangat sederhana. Tahun 1985 diperbaiki oleh Ny. Hajjah Yuyun Muslim Taher istrinya Prof. Dr. Muslim Taher (Alm) Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta. Biaya perbaikannya menghabiskan sekitar Rp 125 juta. Sekarang ini, biaya perawatannya Selain dari para donator tetap juga hasil infaq sodakoh dari para pengunjung. Belum lama ini telah selesai dilakukan perbaikan atap bangunan gedung utama ber ukuran 16x20 meter, perbaikan masjid untuk wanita berukuran 7x7 meter. Menyusul akan dibangun lantai II tempat peristirahatan bagi para peziarah.

Di tempat berziarah Makam Dalem Cikundul ini. banyak disediakan Fasilitas untuk para penziarah mulai dari masjid untuk wanita dan laki-laki serta tempat peristirahatan. Sebelum memasuki areal tempat berziarah ada pula penginapan yang dikelola Dipenda Kabupaten Cianjur. Sebagai penziarah ada yang memiliki anggapan bila berziarah ke Makam Dalem Cikundul menghitung jumlah tangga sesuai dengan jumlah tangga sebenarnya, dapat diartikan maksud atau tujuan hidupnya akan tercapai. Itu sebabnya, tidak heran para penziarah ketika naik tangga untuk menuju sebuah bukit tempat Makam Dalem Cikundul, sambil menghitung jumlah tangga. Jumlah tangga yang menuju lokasi makam yaitu tangga tahap pertama Jumlahnya 170 tangga. Kenapa tangga itu dibuat 170 buah. Dikemukakan bahwa jumlah itu diambil dari bilangan atau hitungan membaca ayat kursi yang sering dilakukan orang, yang juga sering dilakukan Dalem Cikundul. Jumlah tangga tahap kedua sebanyak 34 buah. Mengenai ada anggapan apabila menghitung tangga sama Jumlahnya sama dengan jumlah tangga yang sebenarnya, insyaallah konon do'anya bakal dikabul segala maksud atau keinginan, tergantung kepercayaan masing-masing atau hanya sugesti saja, karena hal ini tergantung kebersihan niat dari para peziarah.

Rundayan Para Bupati Cianjur :

  1. 1681-1691 R.A. Wira Tanu I / R. Djayasasana
  2. 1691-1707 R.A. Wira Tanu II / RA. Wiramanggala
  3. 1707-1727 R.A. Wira Tanu III / RA. Astra Manggala
  4. 1727-1761 R.A. Wira Tanu Datar IV/ R. Sabirudin
  5. 1761-1776 R.A. Wira Tanu Datar V / Dalem Muhyidin
  6. 1776-1813 R.A. Wira Tanu Datar VI/Dalem Aria Enoh
  7. 1813-1833 R.A.A. Prawiradiredja I
  8. 1833-1834 R. Tumenggung Wiranagara
  9. 1834-1862 R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti)
  10. 1862-1910 R.A.A. Prawiradiredja II
  11. 1910-1912 R. Demang Nata Kusumah
  12. 1912-1920 R.A.A. Wiaratanatakusumah
  13. 1920-1932 R.A.A. Suriadiningrat
  14. 1932-1934 R. Sunarya
  15. 1934-1943 R.A.A. Suria Nata Atmadja
  16. 1943-1945 R. Adiwikarta
  17. 1945-1945 R. Yasin Partadiredja
  18. 1945-1946 R. Iyok Mohamad Sirodj
  19. 1946-1948 R. Abas Wilagasomantri
  20. 1948-1950 R. Ateng Sanusi Natawiyoga
  21. 1950-1952 R. Ahmad Suriadikusumah
  22. 1952-1956 R. Akhyad Penna
  23. 1956-1957 R. Holland Sukmadiningrat
  24. 1957-1959 R. Muryani Nataatmadja
  25. 1959-1966 R. Asep Adung Purawidjaja
  26. 1966-1966 Letkol. R. Rakhmat
  27. 1966-1969 Letkol. Sarmada
  28. 1969-1970 R. Gadjali Gandawidura
  29. 1970-1978 Drs. H. Ahmad Endang
  30. 1978-1983 Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja
  31. 1983-1988 Ir. H. Arifin Yoesoef
  32. 1988-1996 Drs. H. Eddi Soekardi
  33. 1996-2001 Drs. H. Harkat Handiamihardja
  34. 2001-2006 Ir. H. Wasidi Swastomo, M.Si.
  35. 2006-2011 Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM.
  36. 2012-2016 Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM.
  37. 2016-2018 Irvan Rivano Muchtar, S.Ip
  38. 2019- sekarang Herman Suherman, S.T