R. Paku / Jaka Samudra Sunan Giri-1 (1481–1506)

public profile

R. Paku / Jaka Samudra Sunan Giri-1 (1481–1506)'s Geni Profile

Share your family tree and photos with the people you know and love

  • Build your family tree online
  • Share photos and videos
  • Smart Matching™ technology
  • Free!

R. Paku / Jaka Samudra Sunan Giri-1 (1481–1506)

Also Known As: "محمد عين اليقين", "Raden Paku", "Prabu Satmata", "Sultan Abdul Faqih", "Raden 'Ainul Yaqin", "Joko Samudra", "Muhammad Ainul Yakin"
Birthdate:
Birthplace: Blambangan
Death: 1506 (63-65)
desa Giri, Kebomas, Gresik
Place of Burial: Gresik, Jawa Timur, Indonesia
Immediate Family:

Son of Maulana Ishak / Syarif Yaqub Pangeran Wali Lanang and Dewi Sekar Dadu
Husband of Kembang Bendahari; Putri Kendurwati Pajajaran; Siti Muthmainnah .; Syarifah Dewi Murtasiyah Asyiqah; Dewi Wardah and 1 other
Father of Ki saba/ Ki ageng Selomerto Raden kendur/Syekh Abdullah Raden kendur/Syekh Abdullah; Sultan Abdurrahman Muhammad Syahabuddin I (Sultan Minangkabau) Maulana Ainul Yakin; Maulana Ali Mahmud Nuruddin Pangeran Wiro Kusumo; Maulana Zainal Abidin Sunan Dalem Giri-2 (1506–1546); Syaikh Ali Sumadiro and 38 others
Half brother of Abdul Qodir .; Puteri Dewi Sarah Abdul Rahim (Aria Teja-Bupati Tuban); Pangeran Darmakusuma Abdul Rahim (Aria Teja-Bupati Tuban); Pangeran Ali Kusumowiro Abdul Rahim (Aria Teja-Bupati Tuban); Syarifah Siti Musalimah . and 1 other

Occupation: Susunan Giri Kedaton
Managed by: Private User
Last Updated:

About R. Paku / Jaka Samudra Sunan Giri-1 (1481–1506)

Maulana Muhammad 'Ainul Yaqin (Sunan Giri)

Asal Usul Joko Samodra Menjadi Raden Paku
Lahir : Blambangan, 1442
Wafat : Gresik 1506
Makam : Makbaroh perbukitan kapur, kawasan Gunung Kendeng utara, tepatnya di Dusun Giri Gajah, Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kota Gresik.
Ayah : Maulana Isaq
Ibu : Dewi Sekardadu binti Menak Sembuyu (Raja Blambangan)
Nama kecilnya adalah Raden Paku atau Joko Samudro. Sebutan lain, yaitu Ainul Yaqin, adalah nama pemberian dari Sunan Ampel atau Raden Rahmat yang tak lain adalah guru sekaligus pamannya sendiri.

Menurut Ali Hanafi, selain menjadi tokoh agama, Sunan Giri juga bergelar Prabu Satmoto yang pernah memerintah Kerajaan Giri Kedaton pada tahun 1487 hingga wafat tahun 1506 Masehi.

Pada suatu malam ada sebuah perahu dagang dari Gresik melintasi Selat Bali. Ketika perahu itu berada ditengah-tengah Selat Bali tiba-tiba terjadi keanehan. perahu itu tidak dapat bergerak, maju tak bisa mundurpun tak bisa.

Nakoda memerintahkan awak kapal untuk memeriksa sebab-sebab kemacetan itu, mungkinkah perahunya membentur batu karang. Setelah diperiksa ternyata perahu itu hanya menabrak sebuah peti berukir indah, seperti peti milik kaum bangsawan yang digunakan menyimpan barang berharga.

Nakoda memerintahkan mengambil peti itu. Diatas perahu peti itu dibuka, semua orang terkejut karena didalamnya terdapat seorang banyi mungil yang bertubuh montok dan rupawan. Nakoda merasa gembira dapat menyelamatkan jiwa si bayi mungil itu, tapi juga mengutuk orang yang tega membuang bayi itu ke tengah lautan, sungguh orang yang tidak berperi kemanusiaan.

Nakoda kemudian memerintahkan awak kapal untuk melanjutkan pelayaran ke Pulai Bali. Tapi perahu tak dapat bergerak maju. Ketika perahu diputar dan diarahkan ke Gresik temyata perahu itu melaju dengan “pesatnya.

Di hadapan Nyai Ageng Pinatih janda kaya pemilik kapal Nakoda berkata sambil membuka peti itu. "Peti inilah yang menyebabkan kami kembali dalam waktu secepat ini. Kami tak dapat meneruskan pelayaran “ Pulau Bali," kata seng nakoda.

"Bayi ? Bayi siapa ini ?" gumam Nyai Ageng Pinatih sembari mengangkat bayi itu dari dalam peti.
'Kami menemukannya di tengah samudra Selat Bali, Jawab nakoda kapal.

Bayi itu kemudian mereka serahkan kepada Nyai Ageng Pinatih untuk diambil sebagai anak angkat. Memang sudah lama dia menginginkan seorang anak. Karena bayi itu ditemukan di tengah samudra maka Nyai Ageng Pinatih kemudian memberinya nama Joko Samodra.

Ketika berumur 11 tahun. Nyai Ageng Pinatih mengantarkan Joko Samodra untuk berguru kepada Raden Rahmat atau Sunan Ampel di Surabaya. Menurut beberapa sumber mula pertama Joko Samodra setiap hari pergi ke Surabaya dan sorenya kembali ke Gresik.

Sunan Ampel kemudian menyarankan agar anak itu mondok saja di pesantren Ampeldenta supaya lebih konsentrasi dalam mempelajari agama Islam.

Pada suatu malam, seperti biasa Raden Rahmat hendak mengambil air wudhu guna melaksanakan shalat tahajjud, mendo'akan murid-muridnya dan mendo'akan ummat agar selamat di dunia dan akhirat. Sebelum berwudhu Raden Rahmat menyempatkan diri melihat-lihat para santri yang tidur di asrama.

Tiba-tiba Raden Rahmat terkejut. Ada sinar terang memancar dari salah seorang santrinya. Selama beberapa saat beliau tertegun, sinar terang itu menyilaukan mata, untuk mengetahui siapakah murid yang wajahnya bersinar itu maka Sunan Ampel memberi ikatan pada sarung murid itu. Esok harinya, sesudah shalat subuh. Sunan Ampel memanggil murid-muridnya itu.

“Siapa di antara kalian yang waktu bangun tidur kain sarungnya ada ikatan ?' tanya Sunan Ampel.

“Saya Kanjeng Sunan ...... " acung Joko Samodra.

Melihat yang mengacungkan tangan Joko Samodra, Sunan Ampel makin yakin bahwa anak itu pastilah bukan anak sembarangan. Kebetulan pada saat itu Nyai Ageng Pinatih datang untuk menengok Joko Samodra, kesempatan itu digunakan Sunan Ampel untuk bertanya lebih jauh tentang asal-usul Joko Samodra.

Nyai Ageng Pinatih menjawab sejujur-jujumya. Bahwa Joko Samodra di temukan di tengah selat Bali ketika masih bayi. Peti yang digunakan untuk membuang bayi itu hingga sekarang masih tersimpan rapi dirumah Nyai Ageng Pinatih.

Teringat pada pesan Syekh Maulana Ishak sebelum berangkat ke negeri Pasai maka Sunan Ampel kemudian mengusulkan pada Nyai Ageng Pinatih agar nama anak itu diganti dengan nama Raden Paku. Nyai Ageng Pinatih menurut saja apa kata Sunan Ampel, dia percaya penuh kepada Wali besar yang sangat dihormati masyarakat bahkan juga masih terhitung seorang Pangeran Majapahit itu.

Kisah Raden Paku Membersihkan Diri Nyai Ageng Pinatih
Pada usia 23 tahun. Raden Paku diperintah oleh ibunya untuk mengawal barang dagangan ke Pulau Banjar atau Kalimantan. Tugas ini diterimanya dengan senang hati. Nakoda kapat diserahkan kepada pelaut kawakan yaitu Abu Hurairah. Walau pucuk pimpinan berada di tangan Abu Hurairah tapi Nyai Ageng Pinatih memberi kuasa pula kepada Raden Paku untuk ikut memasarkan dagangan di Pulau Banjar.

Tiga buah kapal berangkat meninggalkan pelabuhan Gresik dengan penuh muatan. Biasanya, sesudah dagangan itu terjual habis di Pulau Banjar maka Abu Hurairah diperintah membawa barang dagangan dari Pulau Banjar yang sekiranya laku di Pulau Jawa, seperti rotan, damar emas dan lain-lain.

Dengan demikian keuntungan yang diperolah menjadi berlipat ganda. Tapi kali ini tidak, sesudah kapal merapat dipelabuhan Banjar, Raden Paku membagi-bagikan barang dagangan dari Gresik itu secara gratis kepada penduduk setempat.

Tentu saja hal ini membuat Abu Hurairah menjadi cemas. Dia segera memprotes tindakan Raden Paku. 'Raden ...... kita pasti akan mendapat murka Nyai Ageng Pinatih. Mengapa barang dagangan kita diberikan secara cuma-cuma ?'

'Jangan kuatir Paman. 'kata Raden Paku. "Tindakan saya ini sudah tepat. Penduduk Banjar pada saat ini sedang dilanda musibah. Mereka dilanda kekeringan dan kurang pangan. Sedangkan ibu sudah terlalu banyak mengambil keuntungan dari mereka. Sudahkah ibu memberikan hartanya dengan membayar zakat kepada mereka?. Saya kira belurn. nah sekaranglah saatnya ibu mengeluarkan zakat untuk membersihkan diri.”

"Itu diluar wewenang saya Raden.' Kata Abu Hurairah. 'Jika kita tidak memperoleh uang lalu dengan apa kita mengisi perahu supaya tidak oleng dihantam ombak dan badai ?'

Raden Paku terdiam beberapa saat Dia sudah maklum bila dagangan habis biasanya Abu Hurairah akan mengisi kapal atau perahu dengan barang dagangan dari Kalimantan. Tapi sekarang tak ada uang dengan apa dagangan Pulau Banjar akan dibeli.
Paman tak usah risau" kata Raden Paku dengan tenangnya Supaya kapal tidak oleng isilah karung-karung kita dengan batu dan pasir."

Memang benar, mereka dapat berlayar hingga di pantai Gresik dalam keadaan selamat. Tapi hati bau Hurairah menjadi kebat-kebit sewaktu berjalan meninggalkan kapal untuk menghadap Nyai Ageng Pinatih.

Dugaan Abu Hurairah memang tepat. Nyai Ageng Pinatih terbakar amarahnya demi mendengar perbuatan Raden Paku yang dianggap tidak normal itu.

Sebaiknya ibu lihat lebih dahulu pinta Raden Paku.

Sudah, jangan banyak bicara, buang saja pasir dan batu itu. Hanya mengotori karung-karung kita saja !" hardik Nyai Ageng Pinatih.

Tapi ketika awak kapal membuka karung-karung itu, mereka terkejut Karung-karung itu isinya berubah menjadi barang-barang dagangan yang biasa mereka bawa dari Banjar, seperti rotan, damar, kain dan emas serta intan. Bila ditaksir harganya jauh lebih besar ketimbang barang dagangan yang disedekahkan kepada penduduk Banjar.

Kisah Perkawinan Raden Paku Akibat Buah Ajaib
Al-kisah, ada seorang bangsawan Majapahit bernama Ki Ageng Supa Bungkul. Ia memiliki sebuah pohon delima yang aneh di depan pekarangan rumahnya. Setiap kali ada orang hendak mengambil buah delima yang berbuah satu itu pasti mengalami nasib celaka, kalau tidak ditimpa penyakit berat tentulah orang tersebut meninggal dunia.

Suatu ketika Raden Paku tanpa disengaja lewat di depan pekarangan Ki Ageng Bungkul. Begitu dia berjalan dibawah pohon delima tiba-tiba buah pohon itu jatuh mengenai kepala Raden Paku.

Ki Ageng Bungkul tiba-tiba muncul mencegat Raden Paku, dan ia berkata. “Kau harus kawin dengan putriku. Dewi Wardah."

Memang, Ki Ageng Bungkul telah mengadakan sayembara, siapa saja yang dapat memetik buah delima itu dengan selamat maka ia akan dijodohkan dengan putrinya yang bernama Dewi Wardah. Raden Paku bingung menghadapi hal itu. Maka peristiwa itu disampaikan kepada Sunan Ampel.

"Tak usah bingung, Ki Ageng Bungkul itu seorang muslim yang baik. Aku yakin Dewi Wardah juga seorang muslimah yang baik. Karena hal itu sudah menjadi niat Ki Ageng Bungkul kuharap kau tidak mengecewakan niat baiknya itu," demikian kata Sunan Ampel.

“Tapi ..... bukankah saya hendak menikah dengan putri Kanjeng Sunan yaitu dengan Dewi Murtasiah ?" ujar Raden Paku.

"Tidak mengapa, "kata Sunan Ampel. "Sesudah melangsungkan akad nikah dengan Dewi Murtasiah selanjutnya kau akan melangsung-kan perkawinanmu dengan Dewi Wardah.“

Itulah liku-liku perjalanan hidup “Raden Paku. Dalam sehari ia menikah dua kali. Menjadi menantu Sunan Ampel, kemudian menjadi menantu Ki Ageng Bungkul seorang bangsawan Majapahit yang hingga sekarang makamnya terawat baik di belakang Taman Bungkul Surabaya.

Sesudah berumah tangga. Raden Paku makin giat berdagang dan berlayar antar pulau. Sambil berlayar itu pula beliau menyiarkan agama Islam pada penduduk setempat sehingga namanya cukup terkenal di kepulauan Nusantara.

Lama-lama kegiatan dagang tersebut tidak memuaskan hatinya ia ingin berkonsentrasi menyiarkan agama Islam dengan mendirikan pondok Pesantren. Iapun minta izin kepada ibunya untuk meninggal-kan dunia perdagangan.

Nyai Ageng Pinatih yang kaya raya itu tidak keberatan. Andaikata hartanya yang banyak itu dimakan setiap hari dengan anak dan menantunya rasanya tiada akan habis terlebih Juragan Abu Hurairah orang kepercayaan Nyai Ageng Pinatih menyatakan kesanggupannya untuk mengurus seluruh kegiatan perdagangan miliknya, maka wanita itu ikhlas melepaskan Raden Paku yang hendak mendirikan pesantren.

Mulailah Raden Paku bertafakkur di goa ymg sunyi, 40 hari 40 malam baliau tidak keluar goa, hanya bermunajat kepada Allah. Tempat Raden Paku bertafakkur itu hingga sekarang masih ada yaitu desa Kembangan dan Kebomas.

Usai bertafakkur teringatlah Raden Paku pada pesan ayahnya sewaktu, belajar di Negeri Pasai. Diapun berjalan berkeliling untuk mencari daerah yang tanahnya mirip dengan tanah yang dibawah dari Negeri Pasai.

Melalui desa Margonoto, sampailah Raden Paku di daerah perbukitan yang hawanya sejuk, hatinya terasa damai, iapun mencocokkan tanah yang dibawahnya dengan tanah di tempat itu. Ternyata cocok sekali. Maka di desa Sidomukti itulah ia kemudian mendirikan pesantren.

Karena tempat itu adalah dataran tinggi atau gunung maka dinamakanlah Pesantren Giri. Giri dalam bahasa Sansekerta artinya gunung.

Atas dukungan istri-istri dan ibunya juga dukungan spiritual dari Sunan Ampel, 'tidak begitu lama. hanya dalam waktu tiga tahun Pesantren Giri sudah terkenal ke seluruh Nusantara.

Dimuka telah disebutkan bahwa hanya dalam tempo waktu tiga tahun 'Sunan Giri berhasil mengelola Pesantrennya hingga namanya terkenal ke seluruh Nusantara.

Menurut Dr. H.J. De Graaf, sesudah pulang dari pengembaraan-nya atau berguru ke Negeri Pasai, ia memperkenalkan diri kepada dunia, kemudian berkekedudukan di atas bukit di Gresik, dan ia menjadi orang pertama yang paling terkenal dari Sunan-sunan Giri yang ada.

Di atas gunung tersebut seharusnya ada istana karena dikalangan rakyat dibicarakan adanya Giri Kedaton (Kerajaan Giri). Murid-murid Sunan Giri berdatangan dari segala penjuru, seperti Maluku, Madura, Lombok, Makasar, Hitu dan Ternate. Demikian menurut De Graaf.

Menurut Babad Tanah Jawa murid-murid Sunan Giri itu justru bertebaran hampir di seluruh penjuru benua besar, seperti Eropa (Rum). Arab, Mesir, Cina dan lain-lain. Semua itu adalah peng-gambaran nama Sunan Giri sebagai ulama besar yang sangat dihormati orang pada jamannya.

Disamping pesantrennya yang besar ia juga membangun masjid sebagai pusat ibadah dan pembentukkan iman ummatnya. Untuk para santri yang datang dari jauh beliau juga membangun asrama yang luas.

Disekitar bukit tersebut sebenarnya dahulu jarang dihuni oleh penduduk dikarenakan sulitnya mendapatkan air. Tetapi dengan adanya Sunan Giri masalah air itu dapat diatasi. Cara Sunan Giri membuat sumur atau sumber air itu sangat aneh dan gaib hanya beliau seorang yang mampu melakukannya.

Wayang Kulit Menjadi Pertunjukkan Peresmian Masjid Demak
Dalam peresmian Masjid Demak. Sunan Kalijaga mengusulkan agar dibuka dengan pertunjukan wayang kulit yang pada waktu itu bentuknya masih wayang beber yaitu gambar manusia yang dibeber pada sebuah kulit binatang.

Usul Sunan Kalijaga ditolak oleh Sunan Giri, karena wayang yang bergambar manusia itu haram hukumnya dalam ajaran Islam. demikian menurut Sunan Giri.

Jika Sunan Kalijaga mengusulkan peresmian Masjid Demak itu dengan membuka pagelaran wayang kulit, kemudian diadakan dakwah dan rakyat berkumpul boleh masuk setelah mengucapkan syahadat, maka Sunan Giri mengusulkan agar masjid Demak diresmikan pada saat hari Jum'at sembari melaksanakan shalat jamaah Jum'at.

Sunan Kalijaga yang berjiwa besar kemudian mengadakan kompromi “dengan Sunan Giri. Sebelumnya Sunan Kalijaga telah merubah bentuk wayang kulit sehingga gambarannya tidak bisa disebut sebagai gambar manusia lagi lebih mirip karikatur seperti bentuk wayang yang ada sekarang ini.

Sunan Kalijaga membawa wayang kreasinya itu di hadapan sidang para Wali. Karena tak bisa disebut sebagai gambar manusia maka akhirnya Sunan Giri’ menyetujui wayang kulit itu digunakan sebagai“ media dakwah.

Perubahan bentuk wayang kulit itu adalah dikarenakan sanggahan Sunan Giri, karena itu, Sunan Kalijaga memberi tanda khusus pada momentum penting itu. Pemimpin para Dewa dalam pewayangan oleh Sunan Kalijaga penting itu.

Pemimpin para dewa dalam pewayangan oleh Sunan Kalijaga dinamakan Sang Hyang Girinata. yang arti sebenarnya adalah Sunan Giri yang menata. Maka perdebatan tentang peresmian Masjid Demak bisa diatasi.

Peresmian itu akan diawali dengan shalat Jum'at. kemudian diteruskan dengan pertunjukkan wayang kulit yang dimainkan oleh Ki Dalang Sunan Kalijaga.

Jasa-jasa Sunan Giri Menyebarkan Agama Islam di Tanah Jawa
Jasanya yang terbesar tentu saja perjuangannya dalam menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa bahkan ke Nusantara, baik dilakukannya sendiri sewaktu masih muda sambil berdagang ataupun melalui murid-muridnya yang ditugaskan ke luar pulau.

Beliau pernah menjadi hakim dalam perkara pengadilan Syekh Siti Jenar, seorang Wali yang dianggap murtad karena menyebarkan faham Pantheisme dan meremehkan syariat Islam yang disebarkan para Wali lainnya.

Dengan demikian Sunan Giri ikut menghambat tersebarnya aliran yang bertentangan dengan faham Ahlussunnah wal jama'ah.

Keteguhannya dalam menyiarkan agama Islam secara murni dan konsekwen membawa dampak positif bagi generasi Islam berikutnya.

Islam yang disiarkannya adalah Islam sesuai ajaran Nabi, tanpa dicampuri kepercayaan atau adat istiadat lama.

Di bidang kesenian beliau juga berjasa besar, karena beliaulah yang pertama kali menciptakan Asmaradana dan Pucung, beliau pula yang menciptakan tembang dan tembang dolanan anak-anak yang bernafas Islam antara lain; Jamuran, Cublak-cubiak Suweng, Jithungan dan Delikan.

Diantara permainan anak-anak yang dicintainya ialah sebagai berikut: Diantara anak-anak yang bermain ada yang menjadi pemburu, dan yang lainnya menjadi obyek buruan. Mereka akan selamat dari kejaran pemburu bila telah berpegang pada tonggal atau batang pohon yang telah ditentukan lebih dulu, inilah permainan yang disebut Jelungan.

Arti permainan tersebut adalah seseorang yang sudah berpegang teguh kepada agama Islam Tauhid maka ia akan selamat dari ajakan setan atau iblis yang dilambangkan sebagai pemburu.

Sembari melakukan permainan yang disebut jelungan itu biasanya anak-anak akan menyanyikan lagu Padhang Bulan :

Padhang-padhang bulan. ayo gage dha dolanan,
dolanane na ing latar.
ngalap padhang gilar-gilar,
nundhung begog hangetikar.

(Malam terang bulan, marilah lekas bermain, bermain di halaman, mengambil manfaat benderangnya rembulan, mengusir gelap yang lari terbirit biirit)
Maksud lagu dolanan tersebut ialah :
Agama Islam telah datang, maka marilah kita segera menuntut ”penghidupan, dimuka bumi ini untuk mengambil manfaat dan agama Islam, agar hilang lenyaplah kebodohan dan kesesatan

Para Pengganti Sunan Giri (Raden Paku)
Sunan Giri atau Raden Paku lahir pada tahun 1442. memerintahkan kerajaan Giri selama kurang lebih dua puluh tahun. Mulai tahun 14874 hingga tahun 1506. Sewaktu memerintah Giri Kedaton beliau bergelar Prabu Satmata.

Pengaruh Sunan Giri ini sangat besar terhadap kerajaan-kerajaan Islam di Jawa maupun di luar Jawa. Sebagai bukti adalah adanya kebiasaan bahwa apabila seorang hendak dinobatkan menjadi raja haruslah memerlukan pengesahan dari Sunan Giri.
Giri Kedaton atau Kerajaan Giri berlangsung selama hampir 200 tahun. Sesudah Sunan Giri yang pertama meninggal dunia beliau digantikan anak keturunannya yaitu:
1. Sunan Dalem.
2.Sunan Sedomargi.
3. Sunan Giri Prapen.
4. Sunan Kawis Guwa.
5. Panembahan Ageng Giri
6. Panembahan Mas Witana Sideng Rana.
7. Pangeran Singonegoro (bukan keturunan Sunan Giri).
8. Pangeran Singosari.

Pangeran Singosari ini berjuang gigih mempertahankan diri dari serbuan Sunan Amangkurat II yang dibantu oleh VOC dan Kapten Jonker. Serbuan ke Giri itu adalah dalam rangka penumpasan pemberontakan yang dilakukan oleh Trunojoyo seorang murid dari Pesantren Giri yang pernah menjungkir balikkan Kraton Surakarta dan bahkan pemah menjadi Raja di Kediri.

Pemberontakan Trunojoyo itu dilakukan karena tindakan sewenang-wenang dari Sunan Amangkurat I yang pernah menumpas dan membunuh 6000 ulama Ahlussunnah yang dituduh menyebarkan isu ketidak puasan rakyat terhadap raja.

Padahal itu hanya fitnah dari orang-orang yang menjadi kaki tangan Sunan Amangkurat I, mereka adalah para pengikut faham Manunggaling Kawula Gusti, faham yang diajarkan oleh Syekh Siti Jenar yang ditentang Walisongo.

Sesudah Pangeran Singosari wafat pada tahun 1879. habislah kekuasaan Giri Kedaton. Yang tinggal hanyalah makam-makam dan peninggalan Sunan Giri, yang dirawat oleh juru kunci makam. Meski demikian kharismanya sebagai ulama besar wali terkemuka tetap abadi sepanjang masa. Itu bisa anda buktikan dengan melihat jumlah para peziarah yang tiap hari membanjiri makamnya.

Tentang R. Paku / Jaka Samudra Sunan Giri-1 (1481–1506) (Bahasa Indonesia)

Link to his profile: http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Giri

Name in Alawiyin website: MUH.AINUL*YAQIN-Ishak*Makdum-24(3. Sunan*Giri).

Reference Link: http://familytreemaker.genealogy.com/users/a/s/y/Naqobatul-Asyrof-J...

Muhammad Ainul Yakin/Raden Paku (Sunan Giri). Anak angkat & murid Sunan Ampel. Seorang drp Wali Songo.

Beberapa babad menceritakan pendapat yang berbeda mengenai silsilah Sunan Giri. Sebagian babad berpendapat bahwa ia adalah anak Maulana Ishaq, seorang mubaligh yang datang dari Asia Tengah. Maulana Ishaq diceritakan menikah dengan Dewi Sekardadu, yaitu putri dari Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir kekuasaan Majapahit.

Pendapat lainnya yang menyatakan bahwa Sunan Giri juga merupakan keturunan Rasulullah SAW, yaitu melalui jalur keturunan Husain bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja'far ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad an-Naqib, Isa ar-Rumi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal (Jalaluddin Khan), Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar), Ibrahim Zainuddin Al-Akbar As-Samarqandy (Ibrahim Asmoro), Maulana Ishaq, dan Ainul Yaqin (Sunan Giri). Umumnya pendapat tersebut adalah berdasarkan riwayat pesantren-pesantren Jawa Timur, dan catatan nasab Sa'adah BaAlawi Hadramaut.

Dalam Hikayat Banjar, Pangeran Giri (alias Sunan Giri) merupakan cucu Putri Pasai (Jeumpa?) dan Dipati Hangrok (alias Brawijaya VI). Perkawinan Putri Pasai dengan Dipati Hangrok melahirkan seorang putera. Putera ini yang tidak disebutkan namanya menikah dengan puteri Raja Bali, kemudian melahirkan Pangeran Giri. Putri Pasai adalah puteri Sultan Pasai yang diambil isteri oleh Raja Majapahit yang bernama Dipati Hangrok (alias Brawijaya VI). Mangkubumi Majapahit masa itu adalaha Patih Maudara.