PANEMBAHAN SINGAPERBANGSA

Is your surname SINGAPERBANGSA?

Research the SINGAPERBANGSA family

PANEMBAHAN SINGAPERBANGSA's Geni Profile

Share your family tree and photos with the people you know and love

  • Build your family tree online
  • Share photos and videos
  • Smart Matching™ technology
  • Free!

Panembahan Panembahan Singaperbangsa / Rd Adipati Kertabumi IV SINGAPERBANGSA

Also Known As: "deceased"
Birthdate:
Death:
Immediate Family:

Son of Rd Adipati Kertabumi III / Wiraperbangsa .; R. Kanduruan Singaperbangsa (Adipati Kertabumi III) and Private
Father of Private; Private; Private; RAA Panatayuda I .; 1 Nyimas Noermala / Sara (putri adipati Karawang) and 2 others
Brother of Nyi Patimuan .; Dlm Taluk Lipis .; Private; Kanduruan Singaperbangsa III (Adipati Kertabumi V) 1641-1654 and Rd. Wirasuta / Mas Galak / Kanduruan Singaperbangsa IV (1654 – 1656 )

Occupation: Bupati Karawang 1633 - 1677
Managed by: Private User
Last Updated:
view all 15

Immediate Family

About PANEMBAHAN SINGAPERBANGSA

DECEASED

INCLUDED IN SILSILAH KELUARGA PROJECT

INCLUDED IN KARAWANG - PURWAKARTA PROJECT

Bupati Karawang 1633-1679.

Bupati ke-1 Periode Karawang (1633-1821) di buku Sejarah Purwakarta.

Sebelumnya Bupati Kertabumi, Ciancang-Galuh.

Kiyai Raden Adipati Kertabumi IV.

(Memperoleh gelar Adipati 1656).

Merintis pendirian kota Karawang 1675.

Dalem Kalidaun, Dalem Ciparage, Eyang Manggu.

As Starting Person of the family tree from the book :

"Sejarah Turunan Krawang" with preface

"Penjelasan Penyusunan Sejarah Kel. Besar Rd. Singaderepa (Rd. Singayuda I)"

Re-edited by Nyi. Rd. Hj. Mamie S. Satjakusumah, signed and dated Bogor 1 Januari 2002.

Reference-Number in the book as follows :

  -. Fas = Fasal-Number = Pasal-Number = Individual-Number

-. No = Number = Child-Sequence-Number
The number above saved in the Research Notes field in LegacyFamilyTree database

as follows : |Individual-Number Parent-Individual-Number.Child-Sequence-Number|

Example : |123 12.3| means Individual-Number = 123. Parent-Individual-Number = 12,

Child-Sequence-Number = 3.

Other references from book were saved in the Research Notes based on Prabu Siliwangi I family tree diagram : (number) and <number>.

Additional Notes:

The ancestors and the people around him were added also from the diagrams in the above book.

info dari Mogi: beberapa keluarga keturunan RA Sukadariyah bin R Bey Gembel Haryana Prawira dan keturunan RA Gemi Haryana Prawira, beberapa waktu lalu sempat berkunjung ke museum geusan ulun sumedang, ternyata pemangku adat di sana mengakui bahwa Singaperbangsa sebagai keluarga besar Sumedang Larang, yang tadinya kita hanya tahu beliau bertugas di Krawang dan keturunan Galuh (Ciamis)

Notes on 22 Nov 2009/em:

Info from Moggi in the descendant certificate (Sertifikat Wargi), his name: Adipati Singaperbangsa II .


Raden Adipati Singaperbangsa (1633-1677)

Bergelar Adipati Kertabumi IV, Dalem Kalidaon atau Eyang Manggung
Wafat:1677, dimakamkan di : Manggung Ciparage, Desa Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Karawang

Pusat pemerintahan Kabupaten Karawang berada di Bunut Kertayasa. Sekarang termasuk wilayah Kelurahan Karawang Kulon, Kecamatan Karawang Barat.Dalam melaksanakan tugasnya Raden Adipati Singaperbangsa didampingi oleh Aria Wirasaba, yang pada saat itu oleh kompeni disebut sebagai “HET TWEEDE REGENT“, sedangkan Raden Adipati Singaperbangsa sebagai “HOOFD REGENT”.

Singaperbangsa mempunyai garis keturunan dari Prabu Geusan Ulun, penguasa Kerajaan Sumedang Larang. Dia adalah putera dari Adipati Kertabumi III yang telah berhasil mengusir Pangeran Nagaragan dari Banten. Nagaragan sebelumnya berusaha menguasai daerah Karawang.

Keberhasilan Adipati Kertabumi III ini membuatnya dianugerahi keris yang diberi nama “Karosinjang” dan perintah untuk tetap memegang kekuasaan di Karawang sebagai wakil dari Sultan Agung dari Mataram. Namun tugas itu tidak dapat ditunaikan karena Adipati Kertabumi III meninggal dunia pada saat berada di Galuh.

Selanjutnya, melalui Piagam Pelat Kuningan Kandang Sapi Gede, Sultan Agung mengangkat Singaperbangsa sebagai penguasa di Karawang dengan gelar Adipati Kertabumi IV. Pengangkatan Singaperbangsa ini dipandang sebagai titik awal lahirnya Kabupaten Karawang, dengan Singaperbangsa sebagai bupati pertama.

Dinobatkan sebagai Dalem Karawang dengan gelar ADIPATI KRTABUMI IV, 14 September 1663 menugaskan menugaskan kepada Embah Raden Suryadipati untuk memperluas wilayahnya dengan membuka daerah yang ada diantara Tegal Kihiyang sampai ke Gunung Batu, dari Ciporong Tonjong sampai ke Ciomas Cihoe. Daerah yang disebut-sebut masih banyak hutan belantara, bahkan ada hutan yang banyak pohon Cariunya.

Raden Adipati Singaperbangsa putra Wiraperbangsa dari Galuh (Wilayah Kerjaaan Sumedanglarang) Bergelar Adipati Kertabumi IV. Pada masa pemerintahan Raden Adipati Singaperbangsa, pusat pemerintahan Kabupaten Karawang berada di Bunut Kertayasa. Sekarang termasuk wilayah Kelurahan Karawang Kulon, Kecamatan Karawang Barat.

Dalam melaksanakan tugasnya Raden Adipati Singaperbangsa didampingi oleh Aria Wirasaba, yang pada saat itu oleh kompeni disebut sebagai “ HET TWEEDE REGENT “, sedangkan Raden Adipati Singaperbangsa sebagai “HOOFD REGENT”. Raden Adipati Singaperbangsa, wafat pada tahun 1677, dimakamkan di Manggung Ciparage, Desa Manggung Jaya Kecamatan Cilamaya Kulon. Raden Adipati Singaperbangsa, dikenal pula dengan sebuatn Kiai Panembahan Singaperbangsa, atau Dalem Kalidaon atau disebut juga Eyang Manggung.

Pada tahun 1632, Sultan Agung mengutus kembali Wiraperbangsa dari Galuh dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya menuju Karawang tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba yang telah dianggap gagal. Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik dan hasilnya dilaporkan kepada Sultan Agung atas keberhasilannya, Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugerahi jabatan Wedana (setingkat Bupati ) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III, serta diberi hadiah sebilah keris yang bernama “KAROSINJANG”.Setelah penganugerahan gelar tersebut yang dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa bermaksud akan segera kembali ke Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dulu ke Galuh, untuk menjenguk keluarganya. Atas takdir Ilahi beliau wafat di Galuh, jabatan Bupati di Karawang, dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Singaperbangsa dengan gelar Adipati Kertabumi IV yang memerintah pada tahun 1633-1677, Tugas pokok yang diemban Raden Adipati Singaperbangsa, mengusir VOC (Belanda) dengan mendapat tambahan parjurit 2000 dan keluarganya, serta membangun pesawahan untuk mendukung Logistik kebutuhan perang.

Hal itu tersirat dalam piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Gede yang bunyi lengkapnya adalah sebagai berikut : “ Panget Ingkang piagem kanjeng ing Ki Rangga gede ing Sumedang kagadehaken ing Si astrawardana. Mulane sun gadehi piagem, Sun Kongkon anggraksa kagengan dalem siti nagara agung, kilen wates Cipamingkis, wetan wates Cilamaya, serta kon anunggoni lumbung isine pun pari limang takes punjul tiga welas jait. Wodening pari sinambut dening Ki Singaperbangsa, basakalatan anggrawahani piagem, lagi lampahipun kiayi yudhabangsa kaping kalih Ki Wangsa Taruna, ingkang potusan kanjeng dalem ambakta tata titi yang kalih ewu; dipunwadanahaken ing manira, Sasangpun katampi dipunprenaharen ing Waringipitu ian ing Tanjungpura, Anggraksa siti gung bongas kilen, Kala nulis piagem ing dina rebo tanggal ping sapuluh sasi mulud tahun alif. Kang anulis piagemmanira anggaprana titi “. Terjemahan dalam Bahasa Indonesia :

“Peringatan piagam raja kepada Ki Ranggagede di Sumedang diserahkan kepada Si Astrawardana. Sebabnya maka saya serahi piagam ialah karena saya berikan tugas menjaga tanah negara agung milik raja. Di sebelah Barat berbatas Cipamingkis, disebelah Timur berbatas Cilamaya, serta saya tugaskan menunggu lumbung berisi padi lima takes lebih tiga belas jahit. Adapun padi tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa. Basakalatan yang menyaksikan piagam dan lagi Kyai Yudhabangsa bersama Ki Wangsataruna yang diutus oleh raja untuk pergi dengan membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kiayi Singaperbangsa serta Ki Wirasaba. Sesudah piagam diterima kemudian mereka ditempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura. Tugasnya adalah menjaga tanah negara agung di sebelah Barat. Piagan ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10 bulan mulud tahun alif. Yang menulis piagam ini ialah anggaprana, selesai. Tanggal yang tercantum dalam piagam pelat kuningan kandang sapi gede ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Karawang berdasarkan hasil penelitian panitia sejarah yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang nomor : 170/PEM/H/SK/1968 tanggal 1 Juni 1968 yang telah mengadakan penelitian dari pengkajian terhadap tulisan :

Dr. Brandes dalam “ Tyds Taal-land En Volkenkunde “ XXVIII Halaman 352,355, menetapkan tahun 1633;
Dr. R Asikin Wijayakusumah dalam ‘ Tyds Taal-land En Volkenkunde “ XXVIII 1937 AFL, 2 halaman 188-200 (Tyds Batavissc Genot Schap DL.77, 1037 halaman 178-205) menetapkan tahun 1633;
Batu nisan makam panembahan Kiyai Singaperbangsa di Manggungjaya Kecamatan Cilamaya tertulis huruf latin 1633-1677;

Babad Karawang yang ditulis oleh Mas Sutakarya menulis tahun 1633.
Hasil Penelitian dan pengkajian panitia tersebut menetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Karawang pada tanggal 10 rabi’ul awal tahun 1043 H, atau bertepatan dengan tanggal 14 September 1633 M atau Rabu tanggak 10 Mulud 1555 tahun jawa/saka.

Hutan yang banyak pohon Cariu tersebut, selanjutnya dibuka menjadi kampung yang disebut dengan Kampung Cariu.

  • Embah Raden Suryadipati dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh ketiga anak buahnya, yaitu Embah Nur Kahfi, Embah Lajiah, dan Embah Radiem.
  1. * Embah Nur Kahfi : Rohani dan keagamaan (Dinul Islam);
  2. * Embah Lajiah : Pertanian; dan
  3. * Embah Radiem : Kesaktian (kedugalan).

Embah Raden Suryadipati dalam melaksanakan tugasnya membuat tempat tinggal di sebelah Utara hutan Cariu, dibarengi oleh ketiga anak buahnya. Tempat yang dibuka untuk membuat tempat tinggal Embah Raden Suryadipati kemudian disebut Babakanraden. Karena yang lebih dulu menempati wilayah tersebut adalah Embah Raden Suryadipati, maka disebut Kampung Babakanraden. Yang ikut tinggal di Kampung Babakanraden tidak hanya Embah Raden Suryadipati dan ketiga anak buahnya saja, tetapi masih banyak yang lainnya juga antara lain, Embah Embos, Embah Saribin, Embah Saingin, dan yang lainnya.
Pada Tahun 1633, Embah Raden Suryadipati memimpin wilayah Cariu, yang batas-batas wilayahnya yaitu:

Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Ciomas
Sebelah Utara berbatasan dengan Tegalkihiyang
Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Ciporong
Sebelah Selatan berbatasan dengan Girijaya

Jadi, pada saat itu Cariu masuk wilayah Dalem Karawang. Saat itu Cariu disebut daerah Cutak, yang sekarang disebut Kecamatan. Karena yang memerintahkan untuk membuka daerah kepada Embah Raden SUryadipati adalah Raden SIngaperbngsa maka hari JADI CARIU JATUH PADA TANGGAL 14 SEPTEMBER, yang mana tanggal tersebut adalah tangal dinobatkannya Raden SIngaperbangsa sebagai Dalem Karawang yang bergelar Adipati Kertabumi IV.
Yang pertama kali menjadi Cutaknya (Camat) adalah Embah Raden Suryadipati. Setelah Embah Raden Suryadipati wafat, yang melanjutkan memimpin Cariu adalah Putra dari Embah Raden Suryadipati yang bernama Raden Purbawijaya. Embah Raden Purbawijaya masih bertempat tinggal di Babakanraden, karena Kantor Cutak (Kecamatan) berada di Babakanraden.

Ketika Embah Raden Purbawijaya memimpin wilayah Cariu ada perubahan Pemerintahan, yaitu Indonesia seluruhnya dijajah oleh Belanda. Termasuk wilayah Tatar Sunda, semua Dalem-Dalem di Tatar Sunda tunduk kepada Belanda sehingga penyebutan istilah pemimpin menjadi berganti, contohnya:
• Dalem disebut Bupati
• Demang disebut Wedana
• Cutak disebut Asisten atau Camat

Pemerintah Belanda menugaskan Tuan-tuan Tanah untuk memungut pajak di tiap-tiap Kabupaten, serta Pemerintah Belanda mengadakan perubahan-perubahan dalam penentuan batas-batas daerah. Oleh karena itu, wilayah Cariu oleh Tuan Tanah Bogor (Belanda) dicabut dari Bupati Karawang kemudian dimasukkan ke Bupati Bogor. Yang batas-batas wilayahnya sama dengan sebelumnya, hanya saja sebelah Barat Sungai Ciomas oleh Belanda namanya diganti menjadi Sungai Cihoe, sebelah Timur Sungai Ciporong oleh Belanda namanya diganti menjadi Sungai Ciomas. Kantor Kecamatan juga dipindahkan ke Kampung Cariu.

Ketika Embah Raden Purbawijaya masih menjadi Camat di Cariu, ada kejadian pertarungan memperebutkan wilayah kekuasaan antara Embah Radiem dengan Raden Mendo. Tempat pertarungan mereka sekarang ini dikenal Kampung Tegal Maung (Wilayah Desa Weninggalih Kecamatan Jonggol).
Pertarungan diantara mereka sudah dilakukan sampai satu minggu lamanya dan tidak ada yang kalah karena sama-sama sakti. Kemudian datang Embah Lajiah dan Embah Nur kahfi untuk membantu Embah Radiem dalam bertarung. Embah Lajiah dan Embah Radiem memberikan pangkal Haur Cucuk (Bambu Ampel) kepada Embah Nur Kahfi untuk dijadikan senjata guna mengalahkan Raden Mendo. Akhirnya dengan menggunakan senjata tersebut, Raden Mendo tewas. Tewasnya Raden Mendo terdengar oleh Renhaat Rehendshaf Baitenshard (Pemerintah Belanda di Bogor) dan kemudian ketiganya menjadi buronan Belanda.

Pada suatu waktu, Embah Nur Kahfi, Embah Lajiah, dan Embah Radiem tertangkap oleh Belanda dan ketiganya disidangkan dengan vonis hukum gantung. Sebelum hukum gantung dilaksanakan Embah Nur Kahfi meminta kepada Belanda ingin menyuburkan daerah Cariu semata-mata untuk memakmurkan anak dan cucu serta keturunannya dengan membuat sungai dari daerah Jangkar sampai dengan daerah Babakanraden. Pihak Belanda menyetujui dan bahkan akan membayar satu gayung dari setiap air yang mengalir dengan Satu Ringgit Emas dan membebaskan hukuman gantung dari ketiganya, dengan syarat harus selesai dalam waktu satu malam.

Pada suatu malam yang sudah ditentukan, Embah Nur Kahfi berdo’a kepada Allah SWT dengan kekuatan batin dan spiritualnya agar dapat menyelesaikan sungai tersebut tepat dalam satu malam. Alhamdulillah, besoknya sungai tersebut dapat terselesaikan tepat pada waktunya walaupun ukurannya kecil. Kemudian, Embah Purbawijaya sebagai Camat melaporkan kepada Belanda yang ada di Bogor. Tuan Residen Belanda berterima kasih kepada Embah Nur Kahfi, Embah Lajiah, serta Embah Radiem dan memberikan hadiah kepada ketiganya dengan membebaskan dari hukuman gantung dan membayar air satu gayung Satu Ringgit Emas. Jadi, yang dibayar hanya satu gayung saja.

Setelah Embah Raden Purbawijaya tidak lagi memerintah dan kembali ke Karawang, Jabatan Camat tidak turun kepada putranya, tapi berdasarkan penunjukan Belanda.
Setelah Belanda melaksanakan Politik Etika (Balas Budi), daerah Cariu mulai dibangun sarana jalan dan sarana pengairan. Sungai yang dibangun dari Jangkar sampai ke Babakanraden pun diperlebar dengan memperkerjakan masyarakat setempat yang diberi upah oleh Belanda dengan garam satu gandu. Yang memimpin kerja baktinya Kepala Desa Cariu, saat itu yang menjabat sebagai Kepala Desa Cariu adalah Embah Asmari. Karena pada saat itu Belanda sering disebut Kompeni oleh masyarakat pribumi, maka sungai yang diperlebar itu disebut dengan Sungai Cikumpeni.
Setelah itu Belanda mengadakan Sekolah Rakyat, satu Kecamatan satu Sekolah, itupun hanya sampai Kelas 3 (tiga). Kelas 4 (empat) sampai Kelas 6 (enam) harus ke Cibarusah. Setelah Indonesia merdeka pada Tahun 1945, Sekolah Rakyat menjadi dua, yaitu di Cariu dan di Pasir Tanjung. Terdiri dari Kelas 1 (satu) sampai dengan Kelas 6 (enam).

Catatan :
1. Riwayat ini berdasarkan cerita H. Djuhadi K. yang bersumber dari Bapa Anda Suhanda bin Adih;
2. Diceritakan kembali oleh Abah Halim (Babakan Kaum), yang bersumber dari :

    a. Amil Syarif dan Ki Umar (Cadasmalang) 

b. Embah Iran (Ayah dari Amil Syarief)

    c. H. Tajudin (Kades Babakanraden periode 1955-1982)
    d. Ki Paung (Ayah dari H. Adih)
    e. Embah Saki (Ayah dari Ki Paung)
    f. Amil Adin (Anak Amil Pe’i)

======================== Ada kisah menarik yang berhubungan erat dengan cerita mengenai Singaperbangsa yaitu pantangan warga Desa Ciranggon Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang agar tidak memelihara atau menyembelih kambing.

Pantangan tersebut tidak lepas dari keberadaan telaga atau sendang yang berbentuk sumur di desa tersebut, yang oleh warga seputar disebut sebagai Kobak Sumur.

Konon menurut cerita warga setempat, sumur tua inilah yang menjadi sumber dari segala ihwal cerita yang berkaitan dengan pantangan warga memelihara dan menyembelih kambing di daerah tersebut.

Larangan memelihara atau menyembelih kambing itu sejatinya juga berpangkal dari satu peristiwa berdarah yang terjadi di Karawang pada masa lalu.

Peristiwa yang dimaksud yakni mengenai kisah terpenggalnya kepala Singaperbangsa, Bupati Karawang di masa itu. Dalam cerita yang dikisahkan secara turun temurun disebutkan bahwa pemberontakan Trunajaya berpengaruh besar bagi Karawang.

Hal itu dijadikan kesempatan oleh orang-orang Makasar yang membantu pemberontakan Trunajaya untuk melakukan aksi kriminal seperti merampok, merampas harta benda dan bahkan pembunuhan warga yang tidak berdosa.

Aksi ini pada akhirnya menimbulkan kesengsaraan rakyat Karawang yang hidup di sekitar Pantai Utara Jawa. Di saat yang sama, penduduk Karawang yang tinggal di sepanjang sungai Citarum, juga tak luput dari gangguan orang-orang Banten yang dendam karena pangeran Puger Agung dipenggal kepalanya oleh Adipati Kertabumi IV, atau Singaperbangsa III, Bupati Karawang pada masa itu.

Bupati Karawang pada masa itu sebagaimana yang ditetapkan dalam pelat berupa kuningan yang disebut sebagai Kandang Sapi Gede, yang merupakan bukti surat pengangkatan wadana (Bupati) Karawang. Bahwa antara Singaperbangsa dan Aria Wirasaba adalah setingkat.

Tetapi dalam pelaksanaan roda pemerintahan, Aria Wirasaba dianggap bawahan Singaperbangsa, sebagai Bupati Karawang. Sementara Aria Wirasaba hanya mempertahankan dan memerintah Waringin Pitu, Parakan Sapi dan Adiarsa.

Kekurang kompakan mereka sebagai tampuk pimpinan dimanfaatkan oleh dua pimpinan pasukan tentara Trunajaya yaitu Nata Manggala dan Wangsananga.

Maka pendopo Karawang diserang oleh Nata Manggala dan Wangsanga bersama pasukannya. Singaperbangsa terdesak dan lari ke arah utara. Akan tetapi di daerah Tunggak Jati Tengah, Singaperbangsa berhasil ditangkap dan dipenggal kepalanya.

Sedangkan istri dan keluarga serta Raden Anom Wirasuta, Putra Singaperbangsa, menyelamatkan diri dengan menyebrangi Sungai Citarum.

Rombongan ini dipimpin Singa Derpa Kerta Kumambang. Rombongan ini terus melarikan diri menuju ke selatan. Hampir bersamaan dengan peristiwa terbunuhnya Singaperbangsa ini, R Suriadipati Putra Rangga Gede dari Sumedanglarang, diangkat menjadi penguasa di Kelapa Dua.

Sementara Indra Manggala Putra Dalem Jaya Manggala dari Sukakerta, Tasikmalaya, juga mendengar Karawang diserang pemberontak.

Dia dan pasukannya segera menuju Karawang. Sampai di suatu tempat Indra Manggala bertemu dengan rombongan keluarga bupati Karawang yang dipimpin Singa Derpa Kerta Kumambang.

Kedua belah pihak kemudian melakukan perjanjian damai. Tempat atau bekas perundingan damai ini kini disebut Kampung Badami (berdamai), yang kini termasuk wilayah Wadas, Teluk Jambe.

Setelah pejanjian damai disepakati, Suriadipati dan Indra Manggala segera berupaya menyelamatkan jenazah bupati Singaperbangsa dengan cara menyusup ke wilayah kotaraja. Meski akhirnya mereka tahu kalau Singaperbangsa telah gugur, namun Suriadipati dan Indra Manggala telah sepakat bahwa apapun yang terjadi, kepala bupati Karawang yang terpisah dari badannya itu harus bisa diselamatkan.

Dikisahkan, selang beberapa waktu kemudian, keduanya dapat memasuki kotaraja Karawang. Bahkan, mereka dapat menyusup ke areal pendopo Karawang yang telah diduduki pemberontak.

Ketika itulah mereka melihat potongan kepala Singaperbangsa dipertontonkan dengan cara ditancapkan dekat pendopo. Maksudnya tak lain agar rakyat Karawang menyerah dan tunduk kepada para pemberontak.

Dengan taktik dan strategi yang jitu, akhirnya Suriadipati dan Indra Manggala dapat menyelamatkan kepala bupati Karawang tersebut. Mereka kemudian membawanya untuk dipersatukan kembali dengan tubuhnya yang telah dibawa terlebih dahulu oleh para abdi dalem dan rakyat Karawang yang telah mengungsi. Maksudnya tak lain untuk dimakamkan secara layak.

Konon menurut cerita, daerah yang dilalui para abdi dalem dan rakyat Karawang dalam pelariannya disebut Klari. Konon, setelah pemakaman selesai para abdi dalem kembali menemui Singaderpa Kerta Kumambang di Citaman.

Menurut riwayat, sebelum keduanya tiba di daerah Manggung Jaya, lokasi yang direncanakan untuk memakamkan Singaperbangsa, Rangga Suriadipati dan Indra Manggala beristirahat di daerah Ciranggon, tepatnya di kawasan irigasi, dekat sebuah sendang. Nah, sendang inilah yang sekarang disebut Kobak Sumur oleh masyarakat setempat.

Karena merasa prihatin melihat potongan kepala Singaperbangsa yang kotor, meski masih dihantui kejaran pasukan Trunojoyo. Namun keduanya menyempatkan diri untuk membersihkan potongan kepala Singaperbangsa yang berlumur darah kering itu. Tempat mencucinya di Kobak Sumur tersebut.

Konon, akibat perbuatan mereka yang sembrono ini, air sendang yang tadinya jernih, seketika memerah dan berbau anyir. Apa yang terjadi kemudian sesosok makhluk halus penguasa sendang tersebut hadir di tempat itu.

Dengan kesaktian yang mereka miliki, lantas keduanya melakukan kontak gaib dengan makhluk tersebut. Dari hasil dialog gaib disimpulkan bahwa siluman tersebut sangat tertarik dengan kepala dan bau anyir potongan kepala Singaperbangsa.

Mereka lalu mencoba mengusir siluman tersebut. Akan tetapi siluman itu ternyata memiliki kesaktian tinggi, sehingga tak mudah menaklukkannya.

Ketika mereka terdesak dan hampir hilang akal, maka ketika itulah mereka melihat beberapa orang sedang menggiring sekumpulan kambing.

Rangga Suriadipati segera tanggap lalu dipanggilnya para penggiring kambing itu. Dia pun menceritakan kesulitan yang tengah dihadapannya, dan meminta agar para penggiring kambing itu sudi menyerahkan salah seekor kambingnya untuk dijadikan tumbal pengganti potongan kepala Singaperbangsa.

Terdorong oleh kecintaan mereka, dan demi menyelamatkan potongan kepala Singaperbangsa, salah seorang penggiring kambing itu menyerahkan seekor kambing jantan miliknya.

Kambing inilah yang kemudian disembelih dan kepalanya dipisah dari badannya. Potongan kepala kambing itu lantas ditancapkan di sekitar sendang Kobak Sumur, menggunakan batang bambu kuning, dengan maksud untuk mengelabui si makhluk halus yang menginginkan potongan kepala Singaperbangsa.

Dengan melakukan ritual sederhana ini akhirnya mereka terlepas dari gangguan siluman. Dengan mata kepala sendiri, mereka menyaksikan wujud sosok siluman itu pergi membawa bangkai kambing tanpa kepala tersebut, sementara kepalanya ditinggalkan menancap di lokasi sendang.

Suriadipati dan Indra Manggala menyakini makhluk halus itu tertarik dengan kepala kambing yang masih basah dengan darah dan yakin siluman itu akan kembali mengambilnya.

Disamping untuk mengelabui siluman, penancapan kepala kambing itu dimaksudkan juga sebagai tanda isyarat bagi pengikut Singaperbangsa, bahwa kepala junjungannya telah berhasil diselamatkan. Lalu Rangga Suriadipati dan Indra Manggala segera meneruskan perjalanannya ke Manggung.

Konon dari peristiwa itulah, tercipta kenapa di daerah Ciranggon orang tabu untuk memelihara apalagi menyembelih kambing, termasuk untuk berkurban.

Namun cerita ini masih diperdebatkan oleh sebagian warga Karawang karena mereka menilai sang adipati tidak mungkin dengan mudahnya ditaklukan oleh pengikut Trunojoyo. Karena Adipati Singaperbangsa dikenal dengan kesaktiannya. (*)

KEMATIAN SINGAPERBANGSA

Kematian Singaperbangsa, juga lebih diakibatkan oleh salah tafsir Raden Trunojoyo Bupati Panarukan yang memberontak Pemerintahan Sunan Amangkurat I. Setelah Sultan Agung meninggal dalam usia 55 tahun Sunan Amangkurat I sebagai Putera Mahkota dilantik menjadi Raja di Mataram. Sebagai pengganti almarhum Ayahnya (Sultan Agung) Sunan Amangkurat I tidak seidiologi dengan perjuangan Ayahnya Sunan Amangkurat I sangat otoriter dan kejam terhadap rakyatnya. Bahkan Istana Mataram dijadikan Mataram tempat untuk mengeksekusi sekitar 300 ulama. Karena dianggap sebagai pembangkang ulama-ulama pemimpin informal itu ditangkapi secara massal, termasuk Eyang dan Ayahnya Trunojoyoyang mati ditangan Sunan Amangkurat I. Selama memerintah Mataram, Sunan Amangkurat I lebih berpihak kepada Kompeni, hal itu membuat rakyat Mataram marah besar. Tatkala Raden Trunojoyo memberontak bersama tentaranya yang dipimpin Natananggala, spontan mendapat dukungan dari semua pihak. Termasuk dari padepokan padepokan Islam

Makasar, yang dipimpin Kraeng Galesung. Trunojoyo seorang pemuda yang gagah dan berani, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama, Pemerintahan Amangkurat I dapat diruntuhkan. Kota Plered, Jawa Tengah sebagai pusat PemerintahanMataram dapat dikuasai Trunojoyo. Sedangkan Sunan Amangkurat I melarikan diri menuju Batavia, meminta bantuan Belanda, namun baru sampai di Tegalarum (Tegal) Sunan Amangkurat I Meninggal. Namun sebelum meninggal, ia sempat melantik putranya yakni Amangkurat II. Amangkurat II sebagai Raja Mataram, perjuangannya juga tidak sejalan denga Sultan Agung (Eyangnya), ia lebih cenderung meneruskan perjuangan ayahnya ya kni Sunan Amangkurat I yang bekerjasama dengan Belanda, Ia tetap berusaha meminta bantuan Kompeni, Ia meloloskan diri ke Batavia lewat Laut Utara.

Sementara perjuangan Aria Wirasaba dan keturunannya, tetap konsisten terhadap perjuangan Sultan Agung terdahulu, bahwa Karawang dijadikan lahan Pertanian Padi untuk memenuhi logistik persiapan menyerang Batavia. Namun Jika Masih ada sebagian generasi sekarang, masih mempertanyakan nasib Aria Wirasaba, sebab kalau mengacu kepada Pelat Kuning Kandang Sapi Besar, Pelantikan Wedana setingkat Bupati, antara

Singaperbangsa dan Aria Wirasaba, dilantik secara bersamaan. Saat itu Singaperbangsa sebagai Bupati diTanjungpura, sedangkan Aria Wirasaba Bupati Waringipitu. Tapi mengapa kini Aria Wirasaba tidak masukcatatan Administratif Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang. Perhatikan perkataan Hoofd-Regent (Bupati Kepala) dan Tweeden-Regent (Bupati Kedua) memang dating dari Belanda, yang menyatakan bahwa kedudukan Singaperbangsa lebih tinggi dari Aria Wirasaba. Sebaliknya kalau kita perhatikan sumber kekuasaan yang diterima kedua Bupati itu, yaitu Piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Besar, yang ditulis Sultan Agung tanggal 10 bulan Mulud Tahun Alip, sama sekali tidak menyebut yang satu lebih tinggi dari lainnya “ Tapi dalam menyikapi hal ini, kita pun harus lebih arif dan bijaksana, karena setiap peristiwa memiliki situasi dan kondisi yang berbesa-beda itulah Sejarah “ (Sumber Suhud Hidayat Dalam Buku Sejarah Karawang Versi Peruri Halaman 42-51). Demi menjaga keselamatan, Wilayah Kerajaan Mataram di sebelah Barat, pada tahun 1628 dan 1629 bala tentara kerajaan Mataram diperintahkan Sultan Agung untuk melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Batavia Namun serangan ini gagal karena keadaan medan sangat berat berjangkitnya Malaria dan kekurangan persediaan makanan. Dari kegagalan itu, Sultan Agung menetapkan daerah Karawang sebagai pusat Logistik, yang harus mempunyai pemerintahan sendiri dan langsung berada dibawah pengawasan Mataram, dan harus dipimpin oleh seorang pemimpin yang cakap dan ahli perang, mampu menggerakan masyarakat untuk membangun pesawahan, guna mendukung pengadaan logistic dalam rencana penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia. Pada tahun 1632, Sultan Agung mengutus kembali Wiraperbangsa dari Galuh dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya menuju Karawang tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba yang telah dianggap gagal.

Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik dan hasilnya dilaporkan kepada Sultan Agung atas keberhasilannya, Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugerahi jabatan Wedana (setingkat Bupati ) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III, serta diberi hadiah sebilah keris yang bernama “KAROSINJANG”.Setelah penganugerahan gelar tersebut yang dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa bermaksud akan segera kembali ke Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dulu ke Galuh, untuk menjenguk keluarganya. Atas takdir Ilahi beliau wafat di Galuh, jabatan Bupati di Karawang, dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Singaperbangsa dengan gelar Adipati Kertabumi IV yang memerintah pada tahun 1633-1677, Tugas pokok yang di emban Raden Adipati Singaperbangsa, mengusir VOC (Belanda) dengan mendapat tambahan parjurit 2000 dan keluarganya, serta membangun pesawahan untuk mendukung Logistik kebutuhan perang. 3 Hal itu tersirat dalam piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Gede yang bunyi lengkapnya adalah sebagai berikut: “

Panget Ingkang piagem kanjeng ing Ki Rangga gedeing Sumedang kagadehaken ing Si astrawardana. Mulane sun gadehi piagem, Sun Kongkon anggraksa kagengan dalem siti nagara agung, kilen wates Cipamingkis, wetan wates Cilamaya, serta kon anunggoni lumbung isine pun pari limang takes punjul tiga welas jait. Wodening pari sinambut dening Ki Singaperbangsa, basakalatan anggrawahani piagem, lagi lampahipun kiayi yudhabangsa kaping kalih Ki Wangsa Taruna, ingkang potusan kanjeng dalem ambakta tatatiti yang kalih ewu; dipunwadanahaken ing manira, Sasangpun katampi dipunprenaharen ing Waringipitu ianing Tanjungpura, Anggraksa siti gung bongas kilen, Kala nulis piagem ing dina rebo tanggal ping sapuluh sasimulud tahun alif. Kang anulis piagemmanira anggaprana titi “.

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia :

“Peringatan piagam raja kepada Ki Ranggagede di Sumedang diserahkan kepada Si Astrawardana. Sebabnya maka saya serahi piagam ialah karena saya berikan tugas menjaga tanah negara agung milik raja. Di sebelah Barat berbatas Cipamingkis, disebelah Timur berbatas Cilamaya, serta saya tugaskan menunggu lumbung berisi padi lima takes lebih tiga belas jahit. Adapun padi tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa. Basakalatan yang menyaksikan piagam dan lagi Kyai Yudhabangsa bersama Ki Wangsataruna yang diutus oleh raja untuk pergi dengan membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kiayi Singaperbangsa serta Ki Wirasaba. Sesudah piagam diterima kemudian mereka ditempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura.

Tugasnya adalah menjaga tanah negara agung di sebelah Barat. Piagan ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10 bulan mulud tahun alif. Yang menulis piagam ini ialah anggaprana, selesai. Tanggal yang tercantum dalam piagam pelat kuningan kandang sapi gede ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Karawang berdasarkan hasil penelitian panitia sejarah yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang nomor: 170/PEM/H/SK/1968 tanggal 1 Juni 1968 yang telah mengadakan penelitian dari pengkajian terhadap tulisan :

  1. Dr. Brandes dalam “ Tyds Taal-l and En Volkenkunde “ XXVIII Halaman 352,355, menetapkan tahun 1633;
  2. Dr. R Asikin Wijayakusumah dalam ‘ Tyds Taal-l and En Volkenkunde “ XXVIII 1937 AFL, 2 halaman 188 200 (Tyds Batavissc Genot Schap DL.77, 1037 halaman 178-205) menetapkan tahun 1633;
  3. Batu nisan makam panembahan Kiyai Singaperbangsa di Manggungjaya Kecamatan Cilamaya tertulis huruf latin 1633-1677;
  4. Babad Karawang yang ditulis oleh Mas Sutakarya menulis tahun 1633. Hasil Penelitian dan pengkajian panitia tersebut menetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Karawang pada tanggal 10 rabi’ul awal tahun 1043 H, atau bertepatan dengan tanggal 14 September 1633 M atau Rabu tanggak 10 Mulud 1555 tahun jawa/saka.

SILSILAH KEPALA DAERAH KABUPATEN KARAWANG.

1. RADEN ADIPATI SINGAPERBANGSA (1633-1677)
Raden Adipati Singaperbangsa putra Wiraperbangsa dari Galuh (Wilayah Kerjaaan Sumedanglarang) Bergelar Adipati Kertabumi IV. Pada masa pemerintahan Raden Adipati Singaperbangsa, pusat pemerintahan Kabupaten Karawang berada di Bunut Kertayasa. Sekarang termasuk wilayah Kelurahan Karawang Kulon, Kecamatan Karawang Barat. Dalam melaksanakan tugasnya Raden Adipati Singaperbangsa didampingi oleh Aria Wirasaba, yang pada saat itu oleh kompeni disebut sebagai “ HET TWEEDE REGENT “, sedangkan Raden Adipati Singaperbangsa sebagai “HOOFD REGENT”. Raden Adipati Singaperbangsa, wafat pada tahun 1677, dimakamkan di Manggung Ciparage, Desa Manggung Jaya Kecamatan Cilamaya Kulon. Raden Adipati Singaperbangsa, dikenal pula dengan sebuatn Kiai Panembahan Singaperbangsa, atau Dalem Kalidaon atau disebut juga Eyang AMnggung.

2. RADEN ANOM WIRASUTA (1677-1721)
Raden Anom Wirasuta Putra raden Adipati Singaperbangsa bergelar Adipati Panatayudha I.Beliau dilantik menjadi Bupati di Citaman Pangkalan. Beliau setelah wafat, dimakamkam di BojongmangguPangkalan, Karena beliau dikenal pula dengan sebutan Panembahan Manggu.

3. RADEN JAYANEGARA (1721-1731)
Raden Jayanegara adalah putra Anom Wirasuta, bergelar Adipati Panatayudha II. Setela wafat beliau dimakamkan di Waru Tengah Pangkalan. Karena itu beliau dikenal juga sebagai Panembahan Waru Tengah

4. RADEN SINGANAGARA (1731-1752)
Raden Singanagara, putra Jayanegara, bergelar Raden Aria Panatyudha III. Raden Singanagara dikenal juga dengan nama Raden Martanegara. Setalh wafat dimakamkan di Waru Hilir, Pangkalan. Karena itu beliau dikenal dengan Panembahan Waru Hilir. Pada tanggal 28 November 1994, makam Raden Anom Wirasuta (Bupati Karawang ke-2), makam Raden Jayanegara (Bupati Karawang ke-3) dan Raden Singanagara (Bupati Karawang ke-4) dipindahkan ke Areal dekat makam Raden Adipati Singaperbangsa di Manggung Ciparage, Desa Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon.

5. RADEN MUHAMMAD SALEH (1752-1786)
Raden Muhammad Saleh, putra Raden Singanagara, bergelar Raden adipati Panatayudha IV. Raden Muhammad Saleh dikenal pula dengan nama Raden Muhammad Zaenal Abidin atau Dalem Balon. Setelah wafat beliau dimakamkan di Serambi Mesjid Agung Karawang. Karena itu Raden Muhammad Saleh dikenal juga dengan sebutan Dalem Serambi. Pada tanggal 5 Januari 1994 Makam Raden Muhammad Saleh dipindahkan juga kea real Manggung dekat dengan makam Raden Adipati Singaperbangsa, di Manggung Ciparage, Desa Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon

6. RADEN SINGASARI (1786-1809)
Raden Singasari, putra mantu Raden Muhammad Saleh, bergelar Raden adipati Aria Singasari atau Pantayudha IV. Pada tahun 1809 Raden Aria Singasari dialihtugaskan menjabat Bupati Brebes Jawa Tengah. Raden Adipati Aria Singasari wafat pada tahun 1836 dan dimakamkan di Duro Kebon agung Jati Barang, Brebes Jawa Tengah. Karena beliau dikenal juga dengan sebutan Dalem Duro. 4

7. RADEN ARIA SASTRADIPURA (1809-1811)
Raden Aria Sastradipura, putra Raden Muhammad Saleh, beliau ditugaskan sebagai Cutak (Demang) setingkat Patih dengan tugas pekerjaan Bupati.

8. RADEN ADIPATI SURYALAGA (1811-1813).
Raden Adipati Suryalaga, pada waktu kecil bernama Raden Ema, beliau putra Sulung Raden Adipati Suryalaga, Bupati Sumedang (1765-1783) Raden Suryalaga, adalah saudara misan dan menantu Pangeran Kornel, yaitu Suami dan Putri Pangeran Kornel yang bernama Nyi Raden Ageng, Raden Adipati Suryalaga wafat di Talun Sumedang. Karena itu beliau dikenal pula dengan sebutan Dalem Talun.

9. RADEN ARIA SASTRADIPURA (1831-1820)
Raden Aria Sastradipura, putra Muhammad Saleh ( Bupati Karawang ke-5). Beliau untuk kedua kalinya ditugaskan sebagai Cutak di Karawang, setelah yang pertama pada Periode tahun 1809-1811. Pada tahun 1813 Kabupaten Karawang dihapuskan, tetapi pada tahun 1821 dibentuk kembali dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Wanayasa, Purwakarta.

PARA BUPATI KARAWANG YANG BERKEDUDUKAN DI PURWAKARTA.
10. RADEN ADIPATI SURYANATA (1821-1828)
Raden Adipati Suryanata, putra RAden Adipati Wiranata Dalem Sepuh Bogor Keturunan Cikundul. Raden Adipati Suryanata Menikah dengan Nyi Salamah, putrid Aria Sastradipura, (Bupati Karawang ke-9). Pada masa Pemerintahan Raden Adipati Suryanata, kantor dipindahkan dari Karawang ke Wanayasa (Purwakarta). Raden Adipati Suryanata wafat pada tahun 182 dimakamkan di Nusa Situ Wanayasa, Purwakarta.

11. R. ADIPATI SURYAWINATA (1828-1849)
Raden Suryawinata alias Raden Haji Muhammad Sirod, putra Raden Adipati Wiranata Dalem Sepuh Bogor, (adik Raden Adipati Suryanata Bupati Karawang yang memerintah tahun 1821-1828). Pada awal masa pemerintahan beliau, pusat pemerintahan masih di Wanayasa, selama 2 tahun, dan pada tahun 1830, pusat Pemerintahan dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih serta menamakan daerah tersebut Purwakarta. Purwa artinya permulaan dan Karta, sama dengan Ramai atau hidup, dengan demikian nama Purwakarta baru dikenal pada masa pemerintahan Raden Adipati Suryawinata. Pada tahun 1849 Raden Adipati Suryawinata dialihtugaskan menjadi Bupati Bogor hingga wafat tahun 1872. Raden Adipati Suryawinata Dikenal pula den gan sebutan Dalem Solawat atau Dalem Santri.

12. RADEN MUHAMMAD ENOH (1849-1854)
Raden Muhammad Enoh, putar Dalem Aria Wiratanudatar VI, bergelar Raden Sastranagara. Taden Muhammad Enoh, wafat pada tahun 1854 dan dimakamkan di Masjid agung Purwakarta.

13. RADEN ADIPATI SUMADIPURA (1854-1863).
Raden Adipati Sumadipura, putra Raden Adipati Sastradipura (Bupati Karawang Ke-8) yang dilahirkan pada tahun 1814 dengan sebutan lainnya Uyang Ajian, atau Dalem Sepuh. Raden Adipati Sumadipura, bergelar Raden Tumenggung Aria Sastradiningrat I. Beliau yang membangun Pendopo Kabupaten, Mesjid Agung dan Situ Buleud di Purwakarta. Raden Adipati Sumadipura, wafat pada tahun 1863 di Purwakarta dan dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta.

14. RADEN ADIKUSUMNAH (1863-1886)
Raden Adikusumah alias Apun Hasan, putra Uyang Ajian yang bergelar Raden Adipati Sastradiningrat II. Beliau dilahirkan pada tahun 1837, wafat pada tahun 1886 dan, dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta.

15. RADEN SURYAKUSUMAH ( 1886-1911)
Raden Suryakusumah alias Apun Harun, putra Raden Adikusumah, bergelar Raden Sastradiningrat III, Raden Suryakusunah, wafat pada tahun 1935 dan dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta.

16. RADEN TUMENGGUNG ARIA GANDANAGARA (1911-1925)
Raden Tumenggung Aria Gandanagara, Adik Raden Suryakusumah, bergelar Raden AdipatiSastradiningrat IV, Beliau juga dikenal dengan sebutan Dalem Aria. Raden Tumenggung AriaGandanagara wafat pada tahun 1940 dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta.

17. RADEN ADIPATI SURYAMIHARJA (1925-1942)
Raden Suryamiharja, putra Raden Rangga Haji Muhammad Syafe’I asal Garut, bergelar Raden Adipati Songsong Kuning, Raden Adipati Aria Suryamiharja, merupakan Bupati Karawang terakhir masa pendudukan Jepang.

18. RADEN PANDUWINATA (1942-1945)
Raden Panduwinata dikenal pula dengan sebutan Raden Kanjeng Pandu Suryadiningrat. Merupakan Bupati pada masa pendudukan Jepang.

PARA BUPATI KARAWANG YANG BERKEDUDUKAN DI SUBANG

19. RADEN JUARSA (1945-1948)
Berhubung sedang bergejolaknya Revolusi, maka pada masa Pemerintahan Raden Juarsa, Pusat Pemerintahan Kabupaten Karawang dipindahkan dari Purwakarta ke Subang.

20. RADEN ATENG SURAPRAJA DAN, R. MARTA (1948-1949)
Pada tahun 1948-1949 di Kabupaten Karawang ditunjuk dua orang Bupati oleh dua Pemerintahan yang berbeda, yaitu,
a. Radeng Ateng Surapraja, adalah Bupati Karawang yang ditunjuk oleh Negara Pasundan (Bentuk Recomban).
b. R. Marta adalah Bupati Karawang jaman Gerilya yang ditunjuk oleh Pimpinan Badan Pemerintahan Sipil Jawa Barat Bulan Oktober 1948. 5
PARA BUPATI KARAWANG YANG BERKEDUDUKAN KEMBALI DI KARAWANG

21. R.M. HASAN SURYA SATJAKUSUMAH (1949-1950)
R.M. Hasan Surya Satjakusumah, Bupati Karawang yang diangkat oleh Republik Indonesia, Serikat (RIS) Sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 tahun 1950 tentang pembentukan daerah Kabupaten di lingkungan Pemerintahan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. Maka pada saat itu Kabupaten Karawang terpisah dari Kabupaten Purwakarta, Ibukota Kabupaten Karawang adalah di Karawang. Sedang Ibukota Purwakarta tetap di Kabupaten Subang. Dalam Sumber lain dikatakan bahwa menurut Keputusan Wali Negeri Pasundan nomor 12 tanggal 29 Januari 1949. Kabupaten Karawang dibagi menjadi dua Bagian yaitu Kabupaten Karawang Barat dan Kabupaten Karawang Timur (Kabupaten Purwakarta) di Subang, Kabupaten Karawang Barat meliputi daerah kewedanan Karawang, Rengasengklok, Cikampek, Cikarang, Tambun, dan Sarengseng. Sedangkan Kabupaten Karawang Timur (Purwakarta) meliputi daerah kewedanan Subang, Ciasem, Pamanukan, Sagalaherang dan Kewedanan Purwakarta.

22. RADEN RUBAYA (1950-1951)
Raden Rubaya putra Raden Suryanatamiharja, asal Sumedang, yang menjabat Wedana Leles, di Garut. Raden Rubaya memegang jabatan Bupati Karawang pada tahun 1950-1951.

23. MOH. TOHIR MANGKUDIJOYO (1951-1960)
Moh Tohir Mangkudijoyo Putra Jaka, Asal Plered Purwakarta, pada masa Pemerintahannya, Beliau didampingi oleh Kepala Daerah Moh.Ali Muchtar, putra Cakrawiguna (Komis Pos Plered) asal Jatisari. Pada Tahun 1950 sampai 1959 Kabupaten mengalami tiga macam pergantian pemerintahan daerah.

PERTAMA; Pemerintahan Daerah Sementara, yang berlangsung pada tanggal 30 Desember 1950 sampai dengan tanggal 22 September, 1956 yang terdiri atas. Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) sebagai unsur Legislatif diketuai oleh M. Sukarmawijaya. Dewan Pemerintahan Daerah Sementara (DPRS) sebagai Eksekutif. Diketuai oleh Moh. Tohir Mangkudijoyo, dengan Wakil Ketua Suhud Hidayat.

KEDUA; Pemerintah Daerah Peralihan yang berlangsung tanggal 22 September 1956 – 23 Januari 1958, terdiri dari :
a. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Peralihan (DPRDP), sebagai unsure Legislatif, diketuai oleh A.Samosir Gultom.
b. Dewan Pemerintahan Rakyat Daerah Peralihan (DPDP).sebagai unsure Eksekutif diketuai oleh Moh. Tohir Mangkudijoyo. KETIGA; Pemerintahan Daerah Hasil Pemilihan Umum tahun 1955 yang berlangsung dari tanggal 25 Januari 1958 sampai dengan 20 Oktober 1959, terdiri dari:
i. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRDP) sebagaiunsure Legislatif diketuai oleh Samosir Gultom.
ii. Dewan Pemerintahan Daerah (DPD) sebagai unsure Eksekutif diketuai oleh Moh. TohirMangkudijoyo.

24. LETKOL INF.H.HUSNI HAMID (1960-1971)
Letnan Kolonel INF. H. Husni Hamid, putra ketiga haji Abdul Hamid asal Cilegon Banten. Sebelum menjabat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang Jabatan Beliau adalah Dandim 0604 Karawang. Berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1960, Jabatan Bupati merangkap sebagai Kepala Daerah dan Ketua DPRD-GR, namun peraturan tersebut dirubah lagi oleh undang-undang Nomor 19 tahun 1963, yang menyatakan bahwa Jabatan Bupati tidak lagi merangkap sebagai ketua DPRD-GR, pada periode tahun 1964-1968, Bupati Karawang Letnan Kolonel INF H.Husni Hamid, didampingi Ketua DPRD-GR Kosim Suchuri, putra Haji Ahmad Sa’id. Letnan Kolonel INF.Husni Hamid, wafat tahun 1980 dan dimakamkan di Cikutra Bandung, Pada masa ini telah di mulai di laksanakan Pembangunan Kota Karawang sebelah Utara.

25. KOLONEL INF.SETIA SYAMSI (1971-1976)
Kolonel INF, Setia Syamsi, putra E. Suparman asal Bandung, dilahirkan pada tanggal 3 April 1926, Jabatan Beliau sebelum menjadi Bupati Karawang, adalah Dan Dim 0604 Karawang (1964-1969) Kepala Staf. Brig.12 / Guntur Dam, VI/Siliwangi di Cianjur (1969-1971).

26. KOLONEL INF. TATA SUWANTA HADISAPUTRA (1976-1981)
Kolonel INF.Tata Suwanta Hadisaputra, putra Taslim Kartajumena, asal Cirebon, dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 April 1924, Jabatan Beliau sebelum menjadi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang, adalah Dan Dim Garut, kemudian dialih tugaskan ke Korem Tarumanegara di Garut, Anggota DPRD TKI Jawa Barat, di Bandung. Kolonel INF. Tata Suwanta Hadisaputra sewaktu menjabat Bupati Kepala Daerah Tk.II Karawang didampingi oleh Ketua DPRD Letnan Kolonel INF R.H Jaja Abdullah sampai dengan tanggal 7 Juli 1977, Ketua DPRD selanjutnya yang mendampingi Beliau mulai tanggal 26 Agustus1977, adalah Letnan Kolonel INF, Sujana Priyatna.

27. KOLONEL CPL. H. OPON SOPANDJI (1981-1986)
Kolonel CPL. H. Opon Sopandji, putra Atmamiharja asal Sukapura Tasikmalaya. Sebelum menjabat Bupati Kepala Daerah Tk.II Karawang Beliau adalah sebagai Ketua DPRD Kabupaten Bogor, semasa menjabat Bupati Daerah Tk.II Karawang, Kolonel CPL. H. Opon Sopandji didampingi oleh Ketua DPRD Letnan Kolonel Inf. H. Sujana Priyatna.

28. KOLONEL CZI. H. SUMARNO SURADI Kolonel CZI. H. Sumarno Suradi, putra Suradi asal Bandung. Sebelum menjabat Bupati Daerah Tingkat II Karawang. Beliau menjabat sebagai Kepala Markas Pertahanan Wilayah Sipil (Kamawil) VIII Daerah Tingkat Provinsi Jawa Barat. Selama menjabat Bupati Daerah Tingkat II Karawang, Kolonel CZI. H. Sumarno Suradi, didampingi oleh Ketua DPRD Kolonel Inf.H Sujana Priyatna, sampai dengan tanggal 16 Juli 1992, Ketua DPRD yang mendampingi beliau selanjutnya adalah Kolonel INF. H. Jamal Safiudin, yamg dilahirkan di Bandung pada tanggal 16 Juli 1938. 6

29. KOLONEL INF. Drs DADANG S. MUCHTAR

Kolonel INF, Drs H. Dadang S. Muchtar, putra RE. Herman, asal Cirebon dilahirkan di Klangenan Cirebonpada tanggal 4 September 1952. Sebelum menjabat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang. Beliau menjabat Asisten Logistik (Aslog) Kodam III Siliwangi (1996) dalam mengemban tugasnya beliau didampingi oleh Ketua DPRD Kolonel INF. H. Jamal Safiudin sampai dengan tanggal 3 Agustus 1999, kemudian yang mendampingi beliau adalah Adjar Sujud Purwanto, putra A.S.Wagianto seorang pejuang 45 dari Cikampek . Namun pada tanggal 21 Pebruari 2000, Kolonel INF, Drs. H. Dadang S. Muchtar resmi berhenti dan kembali ke Mabes TNI.

30. Plt. RH. DAUD PRIATNA SH.M.Si (2000)
R.H. Daud Priatna SH, M.Si. putra R. Khoesoe Abdoelkohar, asal Pedes Karawang, lahir pada tanggal 29 Juli 1941. Berdasarkan SK Menteri Dalam Negeri Nomor 131.32.055 tanggal 21 Pebruari 2000. Ditunjuk disamping Tugas dan Jabatan Wakil Bupati, merangkap sebagai Sekwilda Tingkat II Subang dan dalam mengemban tugasnya didampingi oleh Ketua DPRD Adjar Sujud Purwanto.

31. LETKOL (PURN) ACHMAD DADANG, PERIODE (2000-2005)
Letnan Kolonel Purnawirawan Achmad Dadang, putra Tjasban, beliau putra daerah Karawang, Lahir pada tanggal 8 Agustus 1948, di Desa Cikalong Cilamaya, dilantik 16 Desember 2000, oleh Gubernur R.Nuriana berdasarkan SK Mendagri dan Otonomi Daerah Nomor; 312.32.583 bersama Drs. H.D. Sholahudin Muftie, putra H. Jamil B.Yusup, lahir di Karawang pada tanggal 3 Nopember 1945, sebagai Wakil Bupati Karawang. Sebelum menjabat Bupati Karawang beliau menjabat Dan Dim Aceh Timur Langsa dan Ketua DPRD Tingkat II Aceh Timur Langsa. Dalam mengemban tugasnya didampingi oleh Ketua DPRD Kabupaten Karawang Adjar Sujud Purwanto.

32. Plt. Drs. H.D. SHALAHUDIN MUFTIE MSi, PERIODE NOPEMBER – DESEMBER 2005 Drs. HD. SHALAHUDIN MUFTIE, M. Si, menjabat Bupati selama satu bulan berdasarkan SK Mendagri menggantikan Letkol Purnawirawan H. Achmad Dadang.

33. Drs. DADANG S. MUCHTAR PERIODE 2005-2010
Drs. H. Dadang S. Muchtar, adalah Bupati Karawang pertama yang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Dalam Pemilu yang diselenggarakan KPUD, Drs. H. Dadang S. Muchtar berpasangan dengan Hj. Eli Amalia Priatna yang diusung Partai Golkar, mendapat suara terbanyak dan ditetapkan sebagai Bupati dan Wakil Bupati. Sebelumnya Drs. H. Dadang S. Muchtar pernah menjabat Bupati Karawang Tahun 1996-2000.
Demikianlah sejarah singkat silsilah Kepala Daerah Kab.Karawang yang sudah baku dan sumberinformasinya diperoleh dari Bagian Humas Pemkab Karawang tanggal 14 September, silsilah ini selalu dibacakan, hingga sampai kini saat Bupati Drs. H. Dadang S. Muchtar, yang menjabat Bupati untuk kedua kalinya.

34. Plt. Ir. H. IMAN SUMANTRI, PERIODE DESEMBER 2010
Ir. Iman Sumantri ditunjuk sebagai Plt. Bupati Karawang berdasarkan radiogram Kementerian Dalam Negeri Nomor T.131.32/3816/OTDA tertanggal 14 Desember 2010 yang ditandatangani oleh Dirjen Otonomi Daerah, Prof. Dr. H. Djohermansyah Djohan, MA atas nama Menteri Dalam Negeri. Dalam radiogram tersebut dinyatakan bahwa Sekretaris Daerah, Ir. Iman Sumantri melaksanakan tugas sehari- hari Bupati sampai dengan ditetapkannya Bupati definitif.

35. Drs. H. ADE SWARA, MH, PERIODE 2010-2014
Drs. H. Ade Swara, MH, dilahirkan di Ciamis pada tanggal 15 Juni 1960. Merupakan pasangan Bupatidan Wakil Bupati terpilih hasil Pemilukada Kab. Kara wang Tahun 2010. Drs. H. Ade Swara dan dr. Cellica Nurrachadiana resmi dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Karawang Periode 2010 – 2015 menggantikan Drs. H. Dadang S. Muchtar dan Hj. Eli Amalia Priatna yang telah habis masa jabatannya. Prosesi pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan keduanya dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan atas nama Presiden Republik Indonesia pada Rapat Paripurna Istimewa DPRD di Gedung Paripurna DPRD Kab. Karawang

36. Plt. dr. CELLICA NURRACHADIANA, PERIODE DESEMBER 2014 – DESEMBER 2015
dr. Cellica Nurrachadiana puteri H. Deden Fuad N. lahir di Bandung pada tanggal 18 Juli 1980, dan berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.32-4747 Tahun 2014 tanggal 19 Desember 2014 melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Pelaksana Tugas Bupati Karawang dari tanggal 19 Desember 2014 sampai dengan 27 Desember 2015.

37. Pj. Ir. DEDDI MULYADI, PERIODE DESEMBER 2015 – FEBRUARI 2016 Ir. Deddi Mulyadi berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.32-6137 Tahun 2015 tanggal 8 Desember 2015 melaksanakan tugas sebagai Penjabat Bupati Kabupaten Karawang dari tanggal 27 Desember 2015 sampai dengan Februari 2016. Beliau semula menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan Wilayah II Provinsi Jawa Barat.

38. dr. CELLICA NURRACHADIANA, PERIODE 2016 -2021
dr. Cellica Nurrachadiana puteri H. Deden Fuad N. lahir di Bandung pada tanggal 18 Juli 1980. Merupakan Bupati dan Wakil Bupati terpilih hasil Pemilukada serentak tanggal 9 Desember 2015. Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Karawang berdasarkan Surat Keputusan Mendagri Nomor 131.32-415 Tahun 2016, tentang Pengangkatan dr. Cellica Nurrachadiana sebagai Bupati Karawang Provinsi Jawa Barat, tanggal 10 Februari 2016, serta Surat Keputusan Mendagri Nomor : 131.32-416 Tahun2016, tentang pengangkatan H.Ahmad Zamakhsyari.S.Ag sebagai Wakil Bupati Karawang Provinsi Jawa Barat, tanggal 10 Februari 2016,dilansir dari laman Pemkab Karawang.

Sumber :
[https://www.pelitakarawang.com/2020/08/ini-sejarah-singkat-tanah-pa...]
- SindoNews
-majalah-misteri.net
-wikipedia dan diolah dari berbagai sumber