{18} Maulana Hasanudin "Pangeran Sebakingking"

Serang, Serang, Bantam, Indonesia

{18} Maulana Hasanudin "Pangeran Sebakingking"'s Geni Profile

Share your family tree and photos with the people you know and love

  • Build your family tree online
  • Share photos and videos
  • Smart Matching™ technology
  • Free!

{18} Maulana Hasanudin "Pangeran Sebakingking"

Also Known As: "PANGERAN SABAKINGKIN", "Sultan Hasanuddin", "Pangeran Sabakingkin", "Seda Kikin", "Pangeran Hasanudin", "Sultan Maulana Hasanuddin"
Birthdate:
Death: 1570 (87-97)
Place of Burial: Mecca, Makkah Province, Saudi Arabia
Immediate Family:

Son of Syarief Sunan Gunung Jati / Syarif Hidayatullah Mahdoem Gunung Djati and Ratu Kawunganten
Husband of Mother of Ratu Biru .; Other Wives [Versi 1] .; Ratu Ayu Kirana Purnamasidi and Putri R. Indrapura
Father of Private; 2 Syarifah Khadijah binti Hasanuddin [Versi 1] .; Mbah Sholeh Semendi; pangeran mangkubumi jayanegara; [63] Pgr. Pajajaran Wado bin Pgr. Sabakingkin and 23 others
Brother of Ratu Winahon; R. Wijayakrama (Jayakarta) (1550-1590); Ratu Ayu Pembayun Fatimah and Raden Inten
Half brother of Nyai Mas Ratu Rara Ayu Dalem Hafsah; R. Abdul Jalil (Siti Jenar, Jepara); Dewi Sufiyah; Syech Syarif Abdurahman/Cirebon H. Djuwa; Chodidjah and 22 others

Occupation: Sultan Banten I
Managed by: Private User
Last Updated:

About {18} Maulana Hasanudin "Pangeran Sebakingking"

KISAH PERJALANAN MAULANA HASANUDDIN

         Perjalanan Maulana Hasanuddin menuju Banten Pada Suatu hari Syarif Hidayatullah yang terkenal dengan nama Sunan Gunung Jati berucap kepada putranya “Hai Anakku Hasanuddin, sekarang pergilah engkau dari Cirebon dan carilah negeri yang penduduknya belum memeluk Islam”. Lalu setelah mendengar titah orang tua beliau, maka berangkatlah beliau seorang diri ke arah barat. Setelah setengah perjalanan beliaupun mendaki gunung Munara yang terletak diantara Bogor dan Jasinga. Dan beliau bermunajat selama 14 hari meminta kepada Allah SWT supaya mendapat petunjuk. Dalam munajatnya datanglah sang ayah Sunan Gunung Jati lalu berucap “Hai anakku Hasanuddin, turunlah engkau dari Gunung Munara dan berjalanlah engkau ke arah barat ke Gunung Pulosari, yaitu negeri Azar. Negeri Azar adalah negerinya Pucuk Umun yang dinamai Ratu Azar Domas. Lalu pergilah ke Gunung Karang yaitu negerinya Azar”. Setelah berbicara ayahanda beliau kembali ke Cirebon. Setelah mendapat petunjuk, akhirnya beliaupun turun gunung dan akhirnya berhenti di negeri Banten Girang yakni di sungai Dalung. Disana adalah tempat bersemedinya Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju, beliau berdua adalah saudara Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran. Ratu Pakuan dinamai Dewa Ratu dan Ratu Pajajaran dinamai Prabu Siliwangi. Sebelumnya Ki Ajar Ju dan Ki Ajar Jong telah diberi mimpi bertemu dengan Maulana Hasanuddin dan kemudian memeluk Islam dalam mimpi mereka berdua. Maka, sesampainya Maulana Hasanuddin di Banten Girang dan duduk disisi sungai Dalung, keluarlah Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju dari dalam Gua tempat pertapaan beliau berdua, lalu bersalaman dan mencium tangan Maulana Hasanuddin setelah bercerita akhirnya beliau berdua diajari membaca syahadat oleh Maulana Hasanuddin dan keduanya bertekad bulat memeluk Islam. Akhirnya oleh Maulana Hasanuddin kedua santrinya ini diganti namanya dari Ajar Jong menjadi Mas Jong dan Ajar Ju diganti menjadi Agus Ju dan Maulana Hasanuddinpun memberikan arahan kapada keduanya apabila memiliki keturunan maka diharapkan keduanya memberikan ciri dalam nama keturunan keduanya. Kepada Mas Jong, Maulana Hasanuddin berkata “Apabila suatu saat kamu mempunyai anak, maka berilah nama anak laki-lakimu yang tertua dengan tambahan Mas dan yang termuda Entul dan apabila memiliki anak perempuan berilah nama Nyi Mas”. Dan kepada Agus Ju, Maulana Hasanuddin berkata “Apabila kelak satu saat kamu mempunyai anak, maka berilah tambahan pada nama anak laki-lakimu yang tertua Ki Agus dan yang termuda Ki Entul dan apabila memiliki anak perempuan berilah nama Nyi Ayu”. Demikianlah sejarah keturunan nyi mas, nyi ayu, entul, ki agus dan mas yang berasal dari keturunan santri Maulana Hasanuddin ini. Selanjutnya Mas Jong dan Agus Ju diperintah oleh Maulana Hasanuddin untuk menaklukkan Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran, maka berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju sesuai titah Maulana Hasanuddin.

Penaklukan Pucuk Umun Ditempat berbeda Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran telah mengetahui akan kedatangan saudara-saudara mereka yang akan menaklukkan mereka, maka sebelum Mas Jong dan Agus Ju datang, Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran kabur dari tempat semedi dan berkumpul ke Gunung Pulosari tempat Pucuk Umun berada. Setibanya ditempat semedinya Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran, Mas Jong dan Agus Ju-pun tidak mendapati Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran berada di tempat semedi keduanya, maka Mas Jong dan Agus Ju-pun kembali ke Banten Girang untuk menemui Maulana Hasanuddin dan melaporkan bahwa Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran tidak ada dan telah menghilang dari tempat semedi keduanya. Mendengar laporan dari keduanya tentang keberadaan Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran yang tidak di ketahui. Maulana Hasanuddin pun berkata kepada santri beliau ini “Mari kita datangi saja ke Gunung Pulosari, kalian ikuti langkahku”. Maka keduanyapun mengikuti seperti apa yang disarankan Maulana Hasanuddin kepada mereka bedua. Maka berangkatlah mereka bertiga menuju Gunung Pulosari, Di Gunung Pulosari ditempat Pucuk Umun berada, Pucuk Umun telah mengetahui bahwa Maulana Hasanuddin dan santrinya berencana mengislamkan Pucuk Umun dan teman-teman. Maka bermusyawarahlah Pucuk Umun bersama rekan-rekannya, setelah bermusyawarah Pucuk Umun pun duduk di atas batu putih tempat bersemedinya di Kandang Kurung yang ditemani oleh Ajar Domas Kurung Dua. Maka tibalah Maulana Hasanuddin ke Kandang Kurung dan menemui Pucuk Umun yang sedang duduk, berkatalah Maulana Hasanuddin “Hai Pucuk Umun, Saya datang kemari mau menaklukan kamu, sekarang kamu semua Islamlah, masuklah kamu ke agama Nabi (Muhammad SAW), berucaplah kalian semua Dua Kalimat (Syahadat)”. Lalu berkatalah Pucuk Umun “Tuan, Saya belum tunduk ke agama Nabi (Muhammad SAW) dan saya belum takluk kepada tuan apabila belum kalah dalam tarung kesaktian, sehingga apabila saya kalah kesaktian maka saya baru takluk kepada tuan”. Mendengar tantangan Pucuk Umun tersebut, Mualana Hasanuddin-pun berkata “Silahkan engkau pilih tarung kesaktian apa yang engkau inginkan?”. “baiklah, saya ingin tarung kesaktian dengan tarung ayam” ujar Pucuk Umun. Akhirnya disetujuilah permintaan Pucuk Umun tersebut oleh Maulana Hasanuddin, akhirnya mereka-pun mencari arena yang luas untuk tarung kesaktian, dan didapatilah suatu lahan yang berada di wilayah Waringinkurung yaitu disuatu kebon yang rata yang disebut Tegal Papak. Selanjutnya Pucuk Umun dan para Ajar istidroj dan membuat ayam jago yang terbuat dari besi, baja, dan pamor yang terbuat dari sari baja dan rosa. Akhirnya jadilah barang-barang tersebut seekor ayam jago yang memiliki raut mirip jalak rawa. Dilain tempat Maulana Hasanuddin bermunajat kepada Allah SWT. Memohon pertolongan untuk mengalahkan dan menaklukkan Pucuk Umun, agar Pucuk Umun dan para Ajarnya memeluk agama Nabi Muhammad SAW. Dengan kekuasaan Allah SWT. Maka datanglah jin dan atas keinginan Maulana Hasanuddin berubahlah jin tersebut menjadi seekor ayam jago dan memiliki raut mirip jalak putih. Setelah siap maka Maulana Hasanuddin yang diikuti kedua muridnya Mas Jong dan Agus Ju serta para jin yang membawa palu yang terbuat dari besi magnet berangkat menuju tempat pertandingan. akhirnya rombongan Maulana Hasanuddin-pun sampai di Tegal Papak pada hari Selasa, disana rombongan dan pengikut Pucuk Umun telah berada ditempat menunggu kedatangan Maulana Hasanuddin. Setelah berjumpa keduanya, maka Pucuk Umun berkata kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, inilah ayam jago saya, apabila kalah kami sanggup takluk kepada tuan”. “Saya pun demikian, apabila kalah dengan ayam jago mu, saya akan menghamba kepadamu” balas Maulana Hasanuddin. Lalu bertarunglah ayam jago Pucuk Umun dan ayam jago Maulana Hasanuddin, gemuruh senangpun datang dari Pucuk Umun dan Ajarnya. Serangan ayam jago Pucuk Umun seperti suara guntur, tepuk tangan dan rasa riang menyelimuti rombongan Pucuk Umun yang meyakini bahwa ayam jago mereka bakal memenangkan pertarungan. namun meski serangan bertubi-tubi dilancarkan oleh ayam jago Pucuk Umun kepada ayam jago Maulana Hasanuddin, ayam jago Maulana Hasanuddin tidak surut dan terus berusaha mengalahkan ayam jago Pucuk Umun. Disatu waktu akhirnya ayam jago Maulana Hasanuddin mampu menghancurkan ayam jago Pucuk Umun menjadi debu. Melihat kekalahan ayam jago Pucuk Umun, gemuruh senang dan tepuk tanganpun berhenti menjadi sepi senyap. Selanjutnya kembali pulanglah Ajar dan juga ayam jago yang hancur tadi mewujud seperti asalnya menjadi besi pamor dan baja. Sementara para Ajar Domas masuk Islam dihadapan Maulana Hasanuddin dan membaca dua kalimat syahadat disaksikan Maulana Hasanuddin. sementara itu, Pucuk Umun yang telah dikalahkan berkata kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, saya belum takluk kepada tuan karena masih banyak kesaktian saya, apabila telah habis barulah saya takluk”. mendengar tantangan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddinpun membalas “keluarkan semua kesaktianmu saat ini, saya ingin tahu kemampuanmu”. akhirnya Pucuk Umun pun terbang dan hilang dari penglihatan Maulana Hasanuddin. selanjutnya dari balik mega Pucuk Umun memanggil nama Maulana Hasanuddin. mendengar panggilan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya “Hai Mas Jong dan Agus Ju, datangilah Pucuk Umun yang berada di balik mega dan pukullah sekalian” lalu berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju ke atas awan, saat akan dipukul oleh Mas Jong dan Agus Ju, Pucuk Umun pun menjerit dan menghilang lagi. Melihat hal demikian, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya “Dengan ridho Allah SWT. Pucuk Umun jadilah kafir iblis laknaktullah, tidak ingin masuk Islam, kamu berdua pulanglah”. maka turunlah kedua santri tersebut dari langit, setelah berkumpul berangkatlah rombongan Maulana Hasanuddin, Mas Jong dan Agus Ju yang diikuti juga oleh para Ajar Domas dari Tegal Papak menuju Gunung Pulosari.

Penaklukan Ratu Darah Putih Sesampainya rombongan Maulana Hasanuddin di Gunung Pulosari, Sunan Gunung Jati datang menghampiri Maulana Hasanuddin dan berucap “Hai anakku Hasanuddin, mari kita pergi haji ke Makkah, karena sekarang adalah hari haji”. Selanjutnya Maulana Hasanuddin dibungkus selendang Sunan Gunung Jati. berangkatlah Sunan Gunung Jati dan Maulana Hasanuddin menuju Makkah Al-Mukarromah meninggalkan Mas Jong dan Agus Ju beserta para Ajar Domas di Gunung Pulosari. Di Makkah Maulana Hasanuddin melaksanakan towaf dan diajarkan thoriqat Syathariyah, lalu berangkat ke Madinah. setelah selesai melaksanakan haji, Maulana Hasanuddin kembali ke Gunung Pulosari beserta ayahanda beliau. Setelah Maulana Hasanuddin menjalankan ibadah haji, terdengar kabar kematian beberapa penjaga Banten yaitu Pucuk Umun di Jung Kulon, Dewa Ratu di Panahitan, Prabu Langkarang di Tanjung Tua, Prabu Langka Wastu di Gunung Raja Basa, Prabu Langgawana di Gunung Lor, Prabu Mundaeng Kalangon di Puncak Gunung Karang, Brama Kendala di Gunung Pulosari, Sida Sakti di Gunung Tanjung Pujut, Prabu Mundaiti di Gunung Kendeng, Prabu Lengkang Klincang Kangkaring di Gunung Karawang. dari sekian Ajar yang meninggal yang masuk Islam dan kekal dalam Islamnya yaitu berjumlah 486 orang Ajar. Setelah pulang dari Makkah bersama ayahanda Sunan Gunung Jati, Sunan Gunung Jati memberikan titah kepada Maulana Hasanuddin “Hai anakku, carilah negara setengahnya adalah lautan”. Maka, Maulana Hasanuddin pun mengikuti titah ayah beliau, Maulana Hasanuddin kembali ke Banten Girang diikuti oleh Mas Jong dan Agus Ju beserta para Ajar. Sesampainya di Banten Girang Maulana Hasanuddin mengumpulkan seluruh pengikutnya, lalu Maulana Hasanuddin berkata “Sekarang tunggulah kalian semua disini (Banten Girang), karena saya hendak berkeliling bersama santri dua ini yaitu Mas Jong dan Agus Ju” setelah berkata demikian, Maulana Hasanuddin beserta Mas Jong dan Agus Ju meninggalkan para Ajar di Banten Girang. Selanjutnya Maulana Hasanuddin berjalan dari Banten Girang ke arah Selatan, lalu mengikuti pesisir selatan ke arah UJung Kulon, lalu ke Penahitan tanpa menggunakan perahu lagi. sesampainya ditengah-tengah dari Jung Kulon, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya “Menyelamlah kamu ke dalam lautan, ambilah Gong Kaleng” maka menyelamlah kedua dan berhasil mendapatkan Gong Kaleng. setelah mengangkat Gong Kaleng, Maulana Hasanuddin turun dari Panahitan dan melanjutkan ke Pulau Semangka terus ke Sidebu dan melanjutkan ke Bangka Hulu dan dilanjutkan ke Pulau Sulaibar lalu ke Malangkabu. di Malangkabu Maulana Hasanuddin berjumpa dengan Raja Malangkabu, dari sana beliau melanjutkan perjalanan ke arah Utara mengikuti pesisir hingga sampailah di Sirem negerinya Ratu Darah Putih Tanah Liat. disana Ratu Darah Putih sudah mendapat isyarat dari Allah SWT. agar masuk Islam dan akan datang kepadanya Seorang Waliyullah. Ratu Darah Putih akhirnya dapat bertemu dengan Maulana Hasanuddin di tengah laut, Ratu Darah Putih-pun Masuk Islam dan diajarkan dua kalimat syahadat oleh Maulana Hasanuddin. setelahnya masuk Islam Ratu Darah Putih diserahi oleh Maulana Hasanuddin untuk mengislamkan seluruh penduduk Lampung dan kepadanya diperintah menanam Merica di tanah Lampung. akhirnya keduanyapun berpisah Ratu Darah Putih pulang dan mengislamkan penduduk Lampung, sementara Maulana Hasanuddin kembali ke Timur menuju Karawang, dari Karawang Maulana Hasanuddin melanjutkan perjalanannya ke arah Selatan melewati hutan hingga sampai di Bogor Utara, lalu kembali kearah Barat melewati hutan dan sampai di Ujung Kulon dari Ujung Kulon kembali pulang ke Banten Girang hingga menetaplah Maulana Hasanuddin di Banten Girang.

Pengangkatan Maulana Hasanuddin menjadi Sultan Banten Pertama Setelah menetap di Banten Girang, Maulana Hasanuddin berucap kepada Mas Jong dan Agus Ju agar menempatkan masyarakatnya dan mendirikan perkampungan Banten. Maka keduanya pun segera melaksanakan titah Maulana Hasanuddin membuka dan membersihkan hutan dan pegunungan untuk didirikan perkampungan-perkampungan dan keduanya mengajak masyarakat untuk menempati hutan dan pegunungan yang sudah dibersihkan tersebut. Setelah selesai dengan tugasnya Mas Jong dan Agus Ju pun akhirnya kembali ke Banten Girang melaporkan tugas yang telah dilaksanakannya kepada Maulana Hasanuddin. Suatu hari Maulana Hasanuddin berangkat dari Banten Girang menuju ke arah Utara mengikuti jalan pesisir Banten Serang, dan terus berjalan di atas laut diiringi oleh kedua santrinya Mas Jong dan Agus Ju. Ketika sampai di tengah lautan mereka sholat dua rakaat, setelah selesai dari sholatnya maka lautpun kering dan menjadi daratan, maka duduklah Maulana Hasanuddin di atas batu gilang (batu yang berwarna hitam pekat) yang ada di pancaniti (aula), yaitu disifati negri di jajaloka (Jayaloka) negri Surosoan. Disitulah Maulana Hasanuddin mendirikan keraton yang dinamai Kipanggang rupanya seperti tempat panggangan ikan pari. Setelah keraton selesai didirikan, maka sang ayah Syarif Hidayatullah datang dan memberikan kabar kepada Maulana Hasanuddin bahwa Pangeran Ratu (Ratu Ayu Kirana) ibunda dari Ratu Pembayun, Pangeran Yusuf, Pangeran Arya, Pangeran Sunyararas, Pangeran Pajajaran, Pangeran Pringgalaya, Ratu Agung atau Ratu Kumadaragi, Pangeran Molana Magrib dan Ratu Ayu Arsanengah ini telah ditetapkan sebagai Sultan di Demak oleh Maulana Syarif Hidayatullah, maka menjadi ketetapan Maulana Syarif Hidayatullah juga kalau Maulana Hasanuddin menjadi Sultan di Banten. Setelah Maulana Syarif Hidayatullah selesai mengutarakan tujuannya tanpa menunggu lama Maulana Syarif Hidayatullah berangkat kembali menuju Cirebon. Maka jadilah Maulana Hasanuddin Sultan Banten pertama, pertama tugas yang dilaksanakan oleh Maulana Hasanuddin adalah mendirikan masjid Agung, dan dalam titahnya sebagai Sultan Maulana Hasanuddin menugaskan Indra Kumala penjaga Gunung Karang yang bertempat tugas di Sumur Tujuh, Manik Kumala ditugaskan menjaga pemandian sungai Banten, Mas Jong ditugaskan menjaga Pintu Merah (Lawang Abang) di dalam istana sebelah kanan, dan Agus Ju ditugaskan menjaga pintu Utara. Demikian kisah perjalanan Maulana Hasanuddin di negeri Banten semoga bermanfaat dan dapat diambil hikmahnya oleh kita. Amin



b. 1522 * d. 1570

Pangeran Hasanudin, Maulana Hasanuddin.

Note from Moggi in GENI 28 April 2009:

The name changed from Pangeran Sabakingkin to Maulana Hasanudin.

Raja Banten I (sebenarnya di masa ini belum menggunakan gelar sultan, krn pd masa itu, gelar "sultan" harus mendapat ijin dari Mekkah sebagai Perwakilan Pemimpin Umat Islam, gelar Sultan baru didapat pada Raja ke-4 Banten, Sultan Abul Mufahir Muhammad Abdul Qadir). Nama lain beliau sebelum jadi raja, Pangeran Sabakingking.

Notes on May 20, 2009:

Link to his other profile in Joyce FG:

{18} Maulana Hasanudin "Pangeran Sebakingking" , difference mother.

INFORMASI TAMBAHAN :

http://id.wikipedia.org/wiki/Maulana_Hasanuddin

http://www.tourism-mpu.com/banten/id/attraction/350_makam_pangeran_...

Makam Pangeran Jaga Lautan

Pangeran Jaga Lautan adalah putra Sultan Banten dari istri yang lain (bukan Nyi Ratu Ayu Kirana). Beliau merupakan salah seorang Ulama besar Banten yang menyebarkan Islam di kawasan pesisir utara Banten. Terletak di Pulau Cangkir, Desa Kronjo Kabupaten Tangerang, 35 km dari Balaraja.

SILSILAH WALIYULLAH PANGERAN JAGA LAUTAN PULAU CANGKIR

A. MAULANA HASANUDDIN DENGAN NYI AYU KIRANA MEMPUNYAI 3 ANAK YAITU :

  1. . Ratu Fatimah
  2. . Pangeran Yusuf
  3. . Pangeran Arya Jepara (info lain : Raden Abdullah / Pangeran Yunus / Pangeran Arya Jepara)

B. MAULANA HASANUDDIN DENGAN RAJA INDRA PURA MEMPUNYAI SATU ANAK YAITU :

  1. . Pangeran Sabrang Wetan

C. MAULANA HASANUDDIN DENGAN PUTRI DEMAKMEMPUNYAI 4 ANAK YAITU :

  1. . Pangeran Suniraras (Tanara)
  2. . Pangeran Pajajaran
  3. . Pangeran Pringgalaya
  4. . Ratu Ayu Kamudarage

D. MAULANA HASANUDDIN DENGAN SELIR MEMPUNYAI 8 ANAK YAITU

  1. . Pangeran Jaga Lautan Pulau Cangkir Kronjo
  2. . Ratu Keben
  3. . Ratu Terpenter
  4. . Ratu Wetan
  5. . Ratu Biru
  6. . Ratu Ayu Arsanengah
  7. . Pangeran Pajajaran Wadho
  8. . Tumenggung Walatikta

http://soeriawinangun.com/wp-content/uploads/2014/09/Silsilah-Para-...



Sebagai putra Sunan Gunung Jati, Sabakingking mewarisi kepandaian ilmu agama Islam dan ahli dalam memerintah sebuah kerajaan. Maka setelah berhasil menaklukkan Banten Girang pada tahun 1525, dan mempersatukannya dengan Banten Pasisir, Sabakingking mendirikan kesultanan Islam di Banten yang pertama. Atas prakarsa Syarif Hidayatullah, pusat pemerintahan yang semula bertempat di Banten Girang dipindahkan ke Banten Pesisir. Penobatan Sabakingking dengan gelar “Maulana Hasanuddin” sebagai pemimpin dan yang mengislamkan Banten, dilakukan pada tanggal 1 Muharram 933 H yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1526 M.

Pada masa Sultan Hasanuddin telah dibangun sebuah keraton sebagai istana kesultanan yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan sekaligus merupakan pusat kota yaitu Keraton Surosowan. Keraton ini dibangun sekitar tahun 1552-1570, dan konon dikemudian hari melibatkan seorang arsitek berkebangsaan Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel (1680–1681), yang memeluk Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna. Dinding pembatas setinggi 2 meter mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektar. Surosowan mirip sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di empat sudut bangunannya. Bangunan di dalam dinding keraton tak ada lagi yang utuh. Hanya menyisakan runtuhan dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan.

Keraton Surosowan ini memiliki tiga gerbang masuk, masing-masing terletak di sisi utara, timur, dan selatan. Namun, pintu selatan telah ditutup dengan tembok, tidak diketahui apa sebabnya. Pada bagian tengah keraton terdapat sebuah bangunan kolam berisi air berwarna hijau, yang dipenuhi oleh ganggang dan lumut. Di keraton ini juga banyak ruang di dalam keraton yang berhubungan dengan air atau mandi-mandi (petirtaan). Salah satu yang terkenal adalah bekas kolam taman, bernama Bale Kambang Rara Denok. Ada pula pancuran untuk pemandian yang biasa disebut “pancuran mas”.

Kolam Rara Denok berbentuk persegi empat dengan panjang 30 meter dan lebar 13 meter serta kedalaman kolam 4,5 meter. Ada dua sumber air di Surosowan yaitu sumur dan Danau Tasikardi yang terletak sekitar dua kilometer dari Surosowan.

Strategi Sultan Hasanuddin (dan sultan Banten lainnya di kemudian hari) dalam mengembangkan ajaran Islam adalah dengan cara-cara yang sesuai dengan adat budaya masyarakat Banten pada masa itu, yaitu adu kekuatan dan penampilan ketangkasan yang dikemas dalam wujud permainan debus. Dengan demikian sedikit demi sedikit masyarakat Banten menyadari dan tertarik untuk mengikuti syariat Islam.

Setelah Sultan Hasanuddin wafat pada tahun 1570, tampuk pemerintahan diteruskan oleh puteranya yaitu Maulana Yusuf sebagai Sultan Banten yang kedua (1570-1580), dan selanjutnya digantikan oleh Raja/Sultan ketiga, keempat, dan seterusnya sampai yang terakhir Sultan ke-21 yaitu Sultan Muhammad Rafiudin yang memerintah pada tahun 1809-1816.

Sumber referensi:

KISAH PERJALANAN MAULANA HASANUDDIN

         Perjalanan Maulana Hasanuddin menuju Banten Pada Suatu hari Syarif Hidayatullah yang terkenal dengan nama Sunan Gunung Jati berucap kepada putranya “Hai Anakku Hasanuddin, sekarang pergilah engkau dari Cirebon dan carilah negeri yang penduduknya belum memeluk Islam”. Lalu setelah mendengar titah orang tua beliau, maka berangkatlah beliau seorang diri ke arah barat. Setelah setengah perjalanan beliaupun mendaki gunung Munara yang terletak diantara Bogor dan Jasinga. Dan beliau bermunajat selama 14 hari meminta kepada Allah SWT supaya mendapat petunjuk. Dalam munajatnya datanglah sang ayah Sunan Gunung Jati lalu berucap “Hai anakku Hasanuddin, turunlah engkau dari Gunung Munara dan berjalanlah engkau ke arah barat ke Gunung Pulosari, yaitu negeri Azar. Negeri Azar adalah negerinya Pucuk Umun yang dinamai Ratu Azar Domas. Lalu pergilah ke Gunung Karang yaitu negerinya Azar”. Setelah berbicara ayahanda beliau kembali ke Cirebon. Setelah mendapat petunjuk, akhirnya beliaupun turun gunung dan akhirnya berhenti di negeri Banten Girang yakni di sungai Dalung. Disana adalah tempat bersemedinya Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju, beliau berdua adalah saudara Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran. Ratu Pakuan dinamai Dewa Ratu dan Ratu Pajajaran dinamai Prabu Siliwangi. Sebelumnya Ki Ajar Ju dan Ki Ajar Jong telah diberi mimpi bertemu dengan Maulana Hasanuddin dan kemudian memeluk Islam dalam mimpi mereka berdua. Maka, sesampainya Maulana Hasanuddin di Banten Girang dan duduk disisi sungai Dalung, keluarlah Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju dari dalam Gua tempat pertapaan beliau berdua, lalu bersalaman dan mencium tangan Maulana Hasanuddin setelah bercerita akhirnya beliau berdua diajari membaca syahadat oleh Maulana Hasanuddin dan keduanya bertekad bulat memeluk Islam. Akhirnya oleh Maulana Hasanuddin kedua santrinya ini diganti namanya dari Ajar Jong menjadi Mas Jong dan Ajar Ju diganti menjadi Agus Ju dan Maulana Hasanuddinpun memberikan arahan kapada keduanya apabila memiliki keturunan maka diharapkan keduanya memberikan ciri dalam nama keturunan keduanya. Kepada Mas Jong, Maulana Hasanuddin berkata “Apabila suatu saat kamu mempunyai anak, maka berilah nama anak laki-lakimu yang tertua dengan tambahan Mas dan yang termuda Entul dan apabila memiliki anak perempuan berilah nama Nyi Mas”. Dan kepada Agus Ju, Maulana Hasanuddin berkata “Apabila kelak satu saat kamu mempunyai anak, maka berilah tambahan pada nama anak laki-lakimu yang tertua Ki Agus dan yang termuda Ki Entul dan apabila memiliki anak perempuan berilah nama Nyi Ayu”. Demikianlah sejarah keturunan nyi mas, nyi ayu, entul, ki agus dan mas yang berasal dari keturunan santri Maulana Hasanuddin ini. Selanjutnya Mas Jong dan Agus Ju diperintah oleh Maulana Hasanuddin untuk menaklukkan Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran, maka berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju sesuai titah Maulana Hasanuddin.

Penaklukan Pucuk Umun Ditempat berbeda Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran telah mengetahui akan kedatangan saudara-saudara mereka yang akan menaklukkan mereka, maka sebelum Mas Jong dan Agus Ju datang, Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran kabur dari tempat semedi dan berkumpul ke Gunung Pulosari tempat Pucuk Umun berada. Setibanya ditempat semedinya Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran, Mas Jong dan Agus Ju-pun tidak mendapati Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran berada di tempat semedi keduanya, maka Mas Jong dan Agus Ju-pun kembali ke Banten Girang untuk menemui Maulana Hasanuddin dan melaporkan bahwa Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran tidak ada dan telah menghilang dari tempat semedi keduanya. Mendengar laporan dari keduanya tentang keberadaan Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran yang tidak di ketahui. Maulana Hasanuddin pun berkata kepada santri beliau ini “Mari kita datangi saja ke Gunung Pulosari, kalian ikuti langkahku”. Maka keduanyapun mengikuti seperti apa yang disarankan Maulana Hasanuddin kepada mereka bedua. Maka berangkatlah mereka bertiga menuju Gunung Pulosari, Di Gunung Pulosari ditempat Pucuk Umun berada, Pucuk Umun telah mengetahui bahwa Maulana Hasanuddin dan santrinya berencana mengislamkan Pucuk Umun dan teman-teman. Maka bermusyawarahlah Pucuk Umun bersama rekan-rekannya, setelah bermusyawarah Pucuk Umun pun duduk di atas batu putih tempat bersemedinya di Kandang Kurung yang ditemani oleh Ajar Domas Kurung Dua. Maka tibalah Maulana Hasanuddin ke Kandang Kurung dan menemui Pucuk Umun yang sedang duduk, berkatalah Maulana Hasanuddin “Hai Pucuk Umun, Saya datang kemari mau menaklukan kamu, sekarang kamu semua Islamlah, masuklah kamu ke agama Nabi (Muhammad SAW), berucaplah kalian semua Dua Kalimat (Syahadat)”. Lalu berkatalah Pucuk Umun “Tuan, Saya belum tunduk ke agama Nabi (Muhammad SAW) dan saya belum takluk kepada tuan apabila belum kalah dalam tarung kesaktian, sehingga apabila saya kalah kesaktian maka saya baru takluk kepada tuan”. Mendengar tantangan Pucuk Umun tersebut, Mualana Hasanuddin-pun berkata “Silahkan engkau pilih tarung kesaktian apa yang engkau inginkan?”. “baiklah, saya ingin tarung kesaktian dengan tarung ayam” ujar Pucuk Umun. Akhirnya disetujuilah permintaan Pucuk Umun tersebut oleh Maulana Hasanuddin, akhirnya mereka-pun mencari arena yang luas untuk tarung kesaktian, dan didapatilah suatu lahan yang berada di wilayah Waringinkurung yaitu disuatu kebon yang rata yang disebut Tegal Papak. Selanjutnya Pucuk Umun dan para Ajar istidroj dan membuat ayam jago yang terbuat dari besi, baja, dan pamor yang terbuat dari sari baja dan rosa. Akhirnya jadilah barang-barang tersebut seekor ayam jago yang memiliki raut mirip jalak rawa. Dilain tempat Maulana Hasanuddin bermunajat kepada Allah SWT. Memohon pertolongan untuk mengalahkan dan menaklukkan Pucuk Umun, agar Pucuk Umun dan para Ajarnya memeluk agama Nabi Muhammad SAW. Dengan kekuasaan Allah SWT. Maka datanglah jin dan atas keinginan Maulana Hasanuddin berubahlah jin tersebut menjadi seekor ayam jago dan memiliki raut mirip jalak putih. Setelah siap maka Maulana Hasanuddin yang diikuti kedua muridnya Mas Jong dan Agus Ju serta para jin yang membawa palu yang terbuat dari besi magnet berangkat menuju tempat pertandingan. akhirnya rombongan Maulana Hasanuddin-pun sampai di Tegal Papak pada hari Selasa, disana rombongan dan pengikut Pucuk Umun telah berada ditempat menunggu kedatangan Maulana Hasanuddin. Setelah berjumpa keduanya, maka Pucuk Umun berkata kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, inilah ayam jago saya, apabila kalah kami sanggup takluk kepada tuan”. “Saya pun demikian, apabila kalah dengan ayam jago mu, saya akan menghamba kepadamu” balas Maulana Hasanuddin. Lalu bertarunglah ayam jago Pucuk Umun dan ayam jago Maulana Hasanuddin, gemuruh senangpun datang dari Pucuk Umun dan Ajarnya. Serangan ayam jago Pucuk Umun seperti suara guntur, tepuk tangan dan rasa riang menyelimuti rombongan Pucuk Umun yang meyakini bahwa ayam jago mereka bakal memenangkan pertarungan. namun meski serangan bertubi-tubi dilancarkan oleh ayam jago Pucuk Umun kepada ayam jago Maulana Hasanuddin, ayam jago Maulana Hasanuddin tidak surut dan terus berusaha mengalahkan ayam jago Pucuk Umun. Disatu waktu akhirnya ayam jago Maulana Hasanuddin mampu menghancurkan ayam jago Pucuk Umun menjadi debu. Melihat kekalahan ayam jago Pucuk Umun, gemuruh senang dan tepuk tanganpun berhenti menjadi sepi senyap. Selanjutnya kembali pulanglah Ajar dan juga ayam jago yang hancur tadi mewujud seperti asalnya menjadi besi pamor dan baja. Sementara para Ajar Domas masuk Islam dihadapan Maulana Hasanuddin dan membaca dua kalimat syahadat disaksikan Maulana Hasanuddin. sementara itu, Pucuk Umun yang telah dikalahkan berkata kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, saya belum takluk kepada tuan karena masih banyak kesaktian saya, apabila telah habis barulah saya takluk”. mendengar tantangan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddinpun membalas “keluarkan semua kesaktianmu saat ini, saya ingin tahu kemampuanmu”. akhirnya Pucuk Umun pun terbang dan hilang dari penglihatan Maulana Hasanuddin. selanjutnya dari balik mega Pucuk Umun memanggil nama Maulana Hasanuddin. mendengar panggilan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya “Hai Mas Jong dan Agus Ju, datangilah Pucuk Umun yang berada di balik mega dan pukullah sekalian” lalu berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju ke atas awan, saat akan dipukul oleh Mas Jong dan Agus Ju, Pucuk Umun pun menjerit dan menghilang lagi. Melihat hal demikian, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya “Dengan ridho Allah SWT. Pucuk Umun jadilah kafir iblis laknaktullah, tidak ingin masuk Islam, kamu berdua pulanglah”. maka turunlah kedua santri tersebut dari langit, setelah berkumpul berangkatlah rombongan Maulana Hasanuddin, Mas Jong dan Agus Ju yang diikuti juga oleh para Ajar Domas dari Tegal Papak menuju Gunung Pulosari.

Penaklukan Ratu Darah Putih Sesampainya rombongan Maulana Hasanuddin di Gunung Pulosari, Sunan Gunung Jati datang menghampiri Maulana Hasanuddin dan berucap “Hai anakku Hasanuddin, mari kita pergi haji ke Makkah, karena sekarang adalah hari haji”. Selanjutnya Maulana Hasanuddin dibungkus selendang Sunan Gunung Jati. berangkatlah Sunan Gunung Jati dan Maulana Hasanuddin menuju Makkah Al-Mukarromah meninggalkan Mas Jong dan Agus Ju beserta para Ajar Domas di Gunung Pulosari. Di Makkah Maulana Hasanuddin melaksanakan towaf dan diajarkan thoriqat Syathariyah, lalu berangkat ke Madinah. setelah selesai melaksanakan haji, Maulana Hasanuddin kembali ke Gunung Pulosari beserta ayahanda beliau. Setelah Maulana Hasanuddin menjalankan ibadah haji, terdengar kabar kematian beberapa penjaga Banten yaitu Pucuk Umun di Jung Kulon, Dewa Ratu di Panahitan, Prabu Langkarang di Tanjung Tua, Prabu Langka Wastu di Gunung Raja Basa, Prabu Langgawana di Gunung Lor, Prabu Mundaeng Kalangon di Puncak Gunung Karang, Brama Kendala di Gunung Pulosari, Sida Sakti di Gunung Tanjung Pujut, Prabu Mundaiti di Gunung Kendeng, Prabu Lengkang Klincang Kangkaring di Gunung Karawang. dari sekian Ajar yang meninggal yang masuk Islam dan kekal dalam Islamnya yaitu berjumlah 486 orang Ajar. Setelah pulang dari Makkah bersama ayahanda Sunan Gunung Jati, Sunan Gunung Jati memberikan titah kepada Maulana Hasanuddin “Hai anakku, carilah negara setengahnya adalah lautan”. Maka, Maulana Hasanuddin pun mengikuti titah ayah beliau, Maulana Hasanuddin kembali ke Banten Girang diikuti oleh Mas Jong dan Agus Ju beserta para Ajar. Sesampainya di Banten Girang Maulana Hasanuddin mengumpulkan seluruh pengikutnya, lalu Maulana Hasanuddin berkata “Sekarang tunggulah kalian semua disini (Banten Girang), karena saya hendak berkeliling bersama santri dua ini yaitu Mas Jong dan Agus Ju” setelah berkata demikian, Maulana Hasanuddin beserta Mas Jong dan Agus Ju meninggalkan para Ajar di Banten Girang. Selanjutnya Maulana Hasanuddin berjalan dari Banten Girang ke arah Selatan, lalu mengikuti pesisir selatan ke arah UJung Kulon, lalu ke Penahitan tanpa menggunakan perahu lagi. sesampainya ditengah-tengah dari Jung Kulon, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya “Menyelamlah kamu ke dalam lautan, ambilah Gong Kaleng” maka menyelamlah kedua dan berhasil mendapatkan Gong Kaleng. setelah mengangkat Gong Kaleng, Maulana Hasanuddin turun dari Panahitan dan melanjutkan ke Pulau Semangka terus ke Sidebu dan melanjutkan ke Bangka Hulu dan dilanjutkan ke Pulau Sulaibar lalu ke Malangkabu. di Malangkabu Maulana Hasanuddin berjumpa dengan Raja Malangkabu, dari sana beliau melanjutkan perjalanan ke arah Utara mengikuti pesisir hingga sampailah di Sirem negerinya Ratu Darah Putih Tanah Liat. disana Ratu Darah Putih sudah mendapat isyarat dari Allah SWT. agar masuk Islam dan akan datang kepadanya Seorang Waliyullah. Ratu Darah Putih akhirnya dapat bertemu dengan Maulana Hasanuddin di tengah laut, Ratu Darah Putih-pun Masuk Islam dan diajarkan dua kalimat syahadat oleh Maulana Hasanuddin. setelahnya masuk Islam Ratu Darah Putih diserahi oleh Maulana Hasanuddin untuk mengislamkan seluruh penduduk Lampung dan kepadanya diperintah menanam Merica di tanah Lampung. akhirnya keduanyapun berpisah Ratu Darah Putih pulang dan mengislamkan penduduk Lampung, sementara Maulana Hasanuddin kembali ke Timur menuju Karawang, dari Karawang Maulana Hasanuddin melanjutkan perjalanannya ke arah Selatan melewati hutan hingga sampai di Bogor Utara, lalu kembali kearah Barat melewati hutan dan sampai di Ujung Kulon dari Ujung Kulon kembali pulang ke Banten Girang hingga menetaplah Maulana Hasanuddin di Banten Girang.

Pengangkatan Maulana Hasanuddin menjadi Sultan Banten Pertama Setelah menetap di Banten Girang, Maulana Hasanuddin berucap kepada Mas Jong dan Agus Ju agar menempatkan masyarakatnya dan mendirikan perkampungan Banten. Maka keduanya pun segera melaksanakan titah Maulana Hasanuddin membuka dan membersihkan hutan dan pegunungan untuk didirikan perkampungan-perkampungan dan keduanya mengajak masyarakat untuk menempati hutan dan pegunungan yang sudah dibersihkan tersebut. Setelah selesai dengan tugasnya Mas Jong dan Agus Ju pun akhirnya kembali ke Banten Girang melaporkan tugas yang telah dilaksanakannya kepada Maulana Hasanuddin. Suatu hari Maulana Hasanuddin berangkat dari Banten Girang menuju ke arah Utara mengikuti jalan pesisir Banten Serang, dan terus berjalan di atas laut diiringi oleh kedua santrinya Mas Jong dan Agus Ju. Ketika sampai di tengah lautan mereka sholat dua rakaat, setelah selesai dari sholatnya maka lautpun kering dan menjadi daratan, maka duduklah Maulana Hasanuddin di atas batu gilang (batu yang berwarna hitam pekat) yang ada di pancaniti (aula), yaitu disifati negri di jajaloka (Jayaloka) negri Surosoan. Disitulah Maulana Hasanuddin mendirikan keraton yang dinamai Kipanggang rupanya seperti tempat panggangan ikan pari. Setelah keraton selesai didirikan, maka sang ayah Syarif Hidayatullah datang dan memberikan kabar kepada Maulana Hasanuddin bahwa Pangeran Ratu (Ratu Ayu Kirana) ibunda dari Ratu Pembayun, Pangeran Yusuf, Pangeran Arya, Pangeran Sunyararas, Pangeran Pajajaran, Pangeran Pringgalaya, Ratu Agung atau Ratu Kumadaragi, Pangeran Molana Magrib dan Ratu Ayu Arsanengah ini telah ditetapkan sebagai Sultan di Demak oleh Maulana Syarif Hidayatullah, maka menjadi ketetapan Maulana Syarif Hidayatullah juga kalau Maulana Hasanuddin menjadi Sultan di Banten. Setelah Maulana Syarif Hidayatullah selesai mengutarakan tujuannya tanpa menunggu lama Maulana Syarif Hidayatullah berangkat kembali menuju Cirebon. Maka jadilah Maulana Hasanuddin Sultan Banten pertama, pertama tugas yang dilaksanakan oleh Maulana Hasanuddin adalah mendirikan masjid Agung, dan dalam titahnya sebagai Sultan Maulana Hasanuddin menugaskan Indra Kumala penjaga Gunung Karang yang bertempat tugas di Sumur Tujuh, Manik Kumala ditugaskan menjaga pemandian sungai Banten, Mas Jong ditugaskan menjaga Pintu Merah (Lawang Abang) di dalam istana sebelah kanan, dan Agus Ju ditugaskan menjaga pintu Utara. Demikian kisah perjalanan Maulana Hasanuddin di negeri Banten semoga bermanfaat dan dapat diambil hikmahnya oleh kita. Amin



b. 1522 * d. 1570

Pangeran Hasanudin, Maulana Hasanuddin.

Note from Moggi in GENI 28 April 2009:

The name changed from Pangeran Sabakingkin to Maulana Hasanudin.

Raja Banten I (sebenarnya di masa ini belum menggunakan gelar sultan, krn pd masa itu, gelar "sultan" harus mendapat ijin dari Mekkah sebagai Perwakilan Pemimpin Umat Islam, gelar Sultan baru didapat pada Raja ke-4 Banten, Sultan Abul Mufahir Muhammad Abdul Qadir). Nama lain beliau sebelum jadi raja, Pangeran Sabakingking.

Notes on May 20, 2009:

Link to his other profile in Joyce FG:

{18} Maulana Hasanudin "Pangeran Sebakingking" , difference mother.

INFORMASI TAMBAHAN :

http://id.wikipedia.org/wiki/Maulana_Hasanuddin

http://www.tourism-mpu.com/banten/id/attraction/350_makam_pangeran_...

Makam Pangeran Jaga Lautan

Pangeran Jaga Lautan adalah putra Sultan Banten dari istri yang lain (bukan Nyi Ratu Ayu Kirana). Beliau merupakan salah seorang Ulama besar Banten yang menyebarkan Islam di kawasan pesisir utara Banten. Terletak di Pulau Cangkir, Desa Kronjo Kabupaten Tangerang, 35 km dari Balaraja.

SILSILAH WALIYULLAH PANGERAN JAGA LAUTAN PULAU CANGKIR

A. MAULANA HASANUDDIN DENGAN NYI AYU KIRANA MEMPUNYAI 3 ANAK YAITU :

  1. . Ratu Fatimah
  2. . Pangeran Yusuf
  3. . Pangeran Arya Jepara (info lain : Raden Abdullah / Pangeran Yunus / Pangeran Arya Jepara)

B. MAULANA HASANUDDIN DENGAN RAJA INDRA PURA MEMPUNYAI SATU ANAK YAITU :

  1. . Pangeran Sabrang Wetan

C. MAULANA HASANUDDIN DENGAN PUTRI DEMAKMEMPUNYAI 4 ANAK YAITU :

  1. . Pangeran Suniraras (Tanara)
  2. . Pangeran Pajajaran
  3. . Pangeran Pringgalaya
  4. . Ratu Ayu Kamudarage

D. MAULANA HASANUDDIN DENGAN SELIR MEMPUNYAI 8 ANAK YAITU

  1. . Pangeran Jaga Lautan Pulau Cangkir Kronjo
  2. . Ratu Keben
  3. . Ratu Terpenter
  4. . Ratu Wetan
  5. . Ratu Biru
  6. . Ratu Ayu Arsanengah
  7. . Pangeran Pajajaran Wadho
  8. . Tumenggung Walatikta

http://soeriawinangun.com/wp-content/uploads/2014/09/Silsilah-Para-...



Sebagai putra Sunan Gunung Jati, Sabakingking mewarisi kepandaian ilmu agama Islam dan ahli dalam memerintah sebuah kerajaan. Maka setelah berhasil menaklukkan Banten Girang pada tahun 1525, dan mempersatukannya dengan Banten Pasisir, Sabakingking mendirikan kesultanan Islam di Banten yang pertama. Atas prakarsa Syarif Hidayatullah, pusat pemerintahan yang semula bertempat di Banten Girang dipindahkan ke Banten Pesisir. Penobatan Sabakingking dengan gelar “Maulana Hasanuddin” sebagai pemimpin dan yang mengislamkan Banten, dilakukan pada tanggal 1 Muharram 933 H yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1526 M.

Pada masa Sultan Hasanuddin telah dibangun sebuah keraton sebagai istana kesultanan yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan sekaligus merupakan pusat kota yaitu Keraton Surosowan. Keraton ini dibangun sekitar tahun 1552-1570, dan konon dikemudian hari melibatkan seorang arsitek berkebangsaan Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel (1680–1681), yang memeluk Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna. Dinding pembatas setinggi 2 meter mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektar. Surosowan mirip sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di empat sudut bangunannya. Bangunan di dalam dinding keraton tak ada lagi yang utuh. Hanya menyisakan runtuhan dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan.

Keraton Surosowan ini memiliki tiga gerbang masuk, masing-masing terletak di sisi utara, timur, dan selatan. Namun, pintu selatan telah ditutup dengan tembok, tidak diketahui apa sebabnya. Pada bagian tengah keraton terdapat sebuah bangunan kolam berisi air berwarna hijau, yang dipenuhi oleh ganggang dan lumut. Di keraton ini juga banyak ruang di dalam keraton yang berhubungan dengan air atau mandi-mandi (petirtaan). Salah satu yang terkenal adalah bekas kolam taman, bernama Bale Kambang Rara Denok. Ada pula pancuran untuk pemandian yang biasa disebut “pancuran mas”.

Kolam Rara Denok berbentuk persegi empat dengan panjang 30 meter dan lebar 13 meter serta kedalaman kolam 4,5 meter. Ada dua sumber air di Surosowan yaitu sumur dan Danau Tasikardi yang terletak sekitar dua kilometer dari Surosowan.

Strategi Sultan Hasanuddin (dan sultan Banten lainnya di kemudian hari) dalam mengembangkan ajaran Islam adalah dengan cara-cara yang sesuai dengan adat budaya masyarakat Banten pada masa itu, yaitu adu kekuatan dan penampilan ketangkasan yang dikemas dalam wujud permainan debus. Dengan demikian sedikit demi sedikit masyarakat Banten menyadari dan tertarik untuk mengikuti syariat Islam.

Setelah Sultan Hasanuddin wafat pada tahun 1570, tampuk pemerintahan diteruskan oleh puteranya yaitu Maulana Yusuf sebagai Sultan Banten yang kedua (1570-1580), dan selanjutnya digantikan oleh Raja/Sultan ketiga, keempat, dan seterusnya sampai yang terakhir Sultan ke-21 yaitu Sultan Muhammad Rafiudin yang memerintah pada tahun 1809-1816.

Sumber referensi:

WIKI


Panembahan Maulana Hasanuddin / Sayyid Maulana Hasanuddin Al Azmatkhan Al Husaini

Lahir : 1478
Wafat : 1570

A. MAULANA HASANUDDIN DENGAN NYI AYU KIRANA MEMPUNYAI 3 ANAK YAITU :

  1. Ratu Fatimah
  2. Pangeran Yusuf
  3. Pangeran Arya Jepara (info lain : Raden Abdullah / Pangeran Yunus / Pangeran Arya Jepara)

B. MAULANA HASANUDDIN DENGAN RAJA INDRA PURA MEMPUNYAI SATU ANAK YAITU :

  1. Pangeran Sabrang Wetan

C. MAULANA HASANUDDIN DENGAN PUTRI DEMAKMEMPUNYAI 4 ANAK YAITU :

  1. Pangeran Suniraras (Tanara)
  2. Pangeran Pajajaran
  3. Pangeran Pringgalaya
  4. Ratu Ayu Kamudarage

D. MAULANA HASANUDDIN DENGAN SELIR MEMPUNYAI 8 ANAK YAITU

  1. Pangeran Jaga Lautan Pulau Cangkir Kronjo
  2. Ratu Keben
  3. Ratu Terpenter
  4. Ratu Wetan
  5. Ratu Biru
  6. Ratu Ayu Arsanengah
  7. Pangeran Pajajaran Wadho
  8. Tumenggung Walatikta

Dari Maulana Hasanudin menurunkan para Sultan Banten sebagai berikut :

  1. 1570 – 1580 M Maulana Yusuf
  2. 1580 – 1596 M Maulana Muhammad
  3. 1624 – 1651 M Abdul Mufakir
  4. 1651 – 1682 M Abdul Fatah/ Sultan Ageng Tirtayasa
  5. 1682 – 1687 M Sultan Haji *)
  6. 1687 – 1690 M Sultan Abu’l Fadhl putra 5
  7. 1690 – 1733 M Sultan Abu’l Mahasin Muh. Zaenal Abidin
  8. 1733 – 1750 M Sultan Abu’lfathi Muh. Arifin

KISAH PERJALANAN MAULANA HASANUDDIN

Perjalanan Maulana Hasanuddin menuju Banten Pada Suatu hari Syarif Hidayatullah yang terkenal dengan nama Sunan Gunung Jati berucap kepada putranya “Hai Anakku Hasanuddin, sekarang pergilah engkau dari Cirebon dan carilah negeri yang penduduknya belum memeluk Islam”. Lalu setelah mendengar titah orang tua beliau, maka berangkatlah beliau seorang diri ke arah barat. Setelah setengah perjalanan beliaupun mendaki gunung Munara yang terletak diantara Bogor dan Jasinga. Dan beliau bermunajat selama 14 hari meminta kepada Allah SWT supaya mendapat petunjuk. Dalam munajatnya datanglah sang ayah Sunan Gunung Jati lalu berucap “Hai anakku Hasanuddin, turunlah engkau dari Gunung Munara dan berjalanlah engkau ke arah barat ke Gunung Pulosari, yaitu negeri Azar. Negeri Azar adalah negerinya Pucuk Umun yang dinamai Ratu Azar Domas. Lalu pergilah ke Gunung Karang yaitu negerinya Azar”.

Setelah berbicara ayahanda beliau kembali ke Cirebon. Setelah mendapat petunjuk, akhirnya beliaupun turun gunung dan akhirnya berhenti di negeri Banten Girang yakni di sungai Dalung. Disana adalah tempat bersemedinya Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju, beliau berdua adalah saudara Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran. Ratu Pakuan dinamai Dewa Ratu dan Ratu Pajajaran dinamai Prabu Siliwangi.

Sebelumnya Ki Ajar Ju dan Ki Ajar Jong telah diberi mimpi bertemu dengan Maulana Hasanuddin dan kemudian memeluk Islam dalam mimpi mereka berdua. Maka, sesampainya Maulana Hasanuddin di Banten Girang dan duduk disisi sungai Dalung, keluarlah Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju dari dalam Gua tempat pertapaan beliau berdua, lalu bersalaman dan mencium tangan Maulana Hasanuddin setelah bercerita akhirnya beliau berdua diajari membaca syahadat oleh Maulana Hasanuddin dan keduanya bertekad bulat memeluk Islam.

Akhirnya oleh Maulana Hasanuddin kedua santrinya ini diganti namanya dari Ajar Jong menjadi Mas Jong dan Ajar Ju diganti menjadi Agus Ju dan Maulana Hasanuddin pun memberikan arahan kapada keduanya apabila memiliki keturunan maka diharapkan keduanya memberikan ciri dalam nama keturunan keduanya. Kepada Mas Jong, Maulana Hasanuddin berkata “Apabila suatu saat kamu mempunyai anak, maka berilah nama anak laki-lakimu yang tertua dengan tambahan Mas dan yang termuda Entul dan apabila memiliki anak perempuan berilah nama Nyi Mas”.

Dan kepada Agus Ju, Maulana Hasanuddin berkata “Apabila kelak satu saat kamu mempunyai anak, maka berilah tambahan pada nama anak laki-lakimu yang tertua Ki Agus dan yang termuda Ki Entul dan apabila memiliki anak perempuan berilah nama Nyi Ayu”. Demikianlah sejarah keturunan nyi mas, nyi ayu, entul, ki agus dan mas yang berasal dari keturunan santri Maulana Hasanuddin ini. Selanjutnya Mas Jong dan Agus Ju diperintah oleh Maulana Hasanuddin untuk menaklukkan Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran, maka berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju sesuai titah Maulana Hasanuddin.

Penaklukan Pucuk Umun Ditempat berbeda Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran telah mengetahui akan kedatangan saudara-saudara mereka yang akan menaklukkan mereka, maka sebelum Mas Jong dan Agus Ju datang, Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran kabur dari tempat semedi dan berkumpul ke Gunung Pulosari tempat Pucuk Umun berada.

Setibanya ditempat semedinya Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran, Mas Jong dan Agus Ju-pun tidak mendapati Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran berada di tempat semedi keduanya, maka Mas Jong dan Agus Ju-pun kembali ke Banten Girang untuk menemui Maulana Hasanuddin dan melaporkan bahwa Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran tidak ada dan telah menghilang dari tempat semedi keduanya. Mendengar laporan dari keduanya tentang keberadaan Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran yang tidak di ketahui. Maulana Hasanuddin pun berkata kepada santri beliau ini “Mari kita datangi saja ke Gunung Pulosari, kalian ikuti langkahku”.

Maka keduanyapun mengikuti seperti apa yang disarankan Maulana Hasanuddin kepada mereka bedua. Berangkatlah mereka bertiga menuju Gunung Pulosari, Di Gunung Pulosari ditempat Pucuk Umun berada, Pucuk Umun telah mengetahui bahwa Maulana Hasanuddin dan santrinya berencana mengislamkan Pucuk Umun dan teman-teman.

Maka bermusyawarahlah Pucuk Umun bersama rekan-rekannya, setelah bermusyawarah Pucuk Umun pun duduk di atas batu putih tempat bersemedinya di Kandang Kurung yang ditemani oleh Ajar Domas Kurung Dua. Maka tibalah Maulana Hasanuddin ke Kandang Kurung dan menemui Pucuk Umun yang sedang duduk, berkatalah Maulana Hasanuddin “Hai Pucuk Umun, Saya datang kemari mau menaklukan kamu, sekarang kamu semua Islamlah, masuklah kamu ke agama Nabi (Muhammad SAW), berucaplah kalian semua Dua Kalimat (Syahadat)”.

Lalu berkatalah Pucuk Umun “Tuan, Saya belum tunduk ke agama Nabi (Muhammad SAW) dan saya belum takluk kepada tuan apabila belum kalah dalam tarung kesaktian, sehingga apabila saya kalah kesaktian maka saya baru takluk kepada tuan”. Mendengar tantangan Pucuk Umun tersebut, Mualana Hasanuddin-pun berkata “Silahkan engkau pilih tarung kesaktian apa yang engkau inginkan?”. “baiklah, saya ingin tarung kesaktian dengan tarung ayam” ujar Pucuk Umun. Akhirnya disetujuilah permintaan Pucuk Umun tersebut oleh Maulana Hasanuddin, akhirnya mereka-pun mencari arena yang luas untuk tarung kesaktian, dan didapatilah suatu lahan yang berada di wilayah Waringinkurung yaitu disuatu kebon yang rata yang disebut Tegal Papak.

Selanjutnya Pucuk Umun dan para Ajar istidroj dan membuat ayam jago yang terbuat dari besi, baja, dan pamor yang terbuat dari sari baja dan rosa. Akhirnya jadilah barang-barang tersebut seekor ayam jago yang memiliki raut mirip jalak rawa. Dilain tempat Maulana Hasanuddin bermunajat kepada Allah SWT. Memohon pertolongan untuk mengalahkan dan menaklukkan Pucuk Umun, agar Pucuk Umun dan para Ajarnya memeluk agama Nabi Muhammad SAW. Dengan kekuasaan Allah SWT. Maka datanglah jin dan atas keinginan Maulana Hasanuddin berubahlah jin tersebut menjadi seekor ayam jago dan memiliki raut mirip jalak putih.

Setelah siap maka Maulana Hasanuddin yang diikuti kedua muridnya Mas Jong dan Agus Ju serta para jin yang membawa palu yang terbuat dari besi magnet berangkat menuju tempat pertandingan. akhirnya rombongan Maulana Hasanuddin-pun sampai di Tegal Papak pada hari Selasa, disana rombongan dan pengikut Pucuk Umun telah berada ditempat menunggu kedatangan Maulana Hasanuddin. Setelah berjumpa keduanya, maka Pucuk Umun berkata kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, inilah ayam jago saya, apabila kalah kami sanggup takluk kepada tuan”. “Saya pun demikian, apabila kalah dengan ayam jago mu, saya akan menghamba kepadamu” balas Maulana Hasanuddin.

Lalu bertarunglah ayam jago Pucuk Umun dan ayam jago Maulana Hasanuddin, gemuruh senangpun datang dari Pucuk Umun dan Ajarnya. Serangan ayam jago Pucuk Umun seperti suara guntur, tepuk tangan dan rasa riang menyelimuti rombongan Pucuk Umun yang meyakini bahwa ayam jago mereka bakal memenangkan pertarungan. namun meski serangan bertubi-tubi dilancarkan oleh ayam jago Pucuk Umun kepada ayam jago Maulana Hasanuddin, ayam jago Maulana Hasanuddin tidak surut dan terus berusaha mengalahkan ayam jago Pucuk Umun.

Disatu waktu akhirnya ayam jago Maulana Hasanuddin mampu menghancurkan ayam jago Pucuk Umun menjadi debu. Melihat kekalahan ayam jago Pucuk Umun, gemuruh senang dan tepuk tanganpun berhenti menjadi sepi senyap. Selanjutnya kembali pulanglah Ajar dan juga ayam jago yang hancur tadi mewujud seperti asalnya menjadi besi pamor dan baja.

Sementara para Ajar Domas masuk Islam dihadapan Maulana Hasanuddin dan membaca dua kalimat syahadat disaksikan Maulana Hasanuddin. sementara itu, Pucuk Umun yang telah dikalahkan berkata kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, saya belum takluk kepada tuan karena masih banyak kesaktian saya, apabila telah habis barulah saya takluk”. mendengar tantangan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddinpun membalas “keluarkan semua kesaktianmu saat ini, saya ingin tahu kemampuanmu”.

Akhirnya Pucuk Umun pun terbang dan hilang dari penglihatan Maulana Hasanuddin. selanjutnya dari balik mega Pucuk Umun memanggil nama Maulana Hasanuddin. mendengar panggilan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya “Hai Mas Jong dan Agus Ju, datangilah Pucuk Umun yang berada di balik mega dan pukullah sekalian” lalu berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju ke atas awan, saat akan dipukul oleh Mas Jong dan Agus Ju, Pucuk Umun pun menjerit dan menghilang lagi.

Melihat hal demikian, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya “Dengan ridho Allah SWT. Pucuk Umun jadilah kafir iblis laknaktullah, tidak ingin masuk Islam, kamu berdua pulanglah”. maka turunlah kedua santri tersebut dari langit, setelah berkumpul berangkatlah rombongan Maulana Hasanuddin, Mas Jong dan Agus Ju yang diikuti juga oleh para Ajar Domas dari Tegal Papak menuju Gunung Pulosari.

Penaklukan Ratu Darah Putih Sesampainya rombongan Maulana Hasanuddin di Gunung Pulosari, Sunan Gunung Jati datang menghampiri Maulana Hasanuddin dan berucap “Hai anakku Hasanuddin, mari kita pergi haji ke Makkah, karena sekarang adalah hari haji”. Selanjutnya Maulana Hasanuddin dibungkus selendang Sunan Gunung Jati. berangkatlah Sunan Gunung Jati dan Maulana Hasanuddin menuju Makkah Al-Mukarromah meninggalkan Mas Jong dan Agus Ju beserta para Ajar Domas di Gunung Pulosari.

Di Makkah Maulana Hasanuddin melaksanakan towaf dan diajarkan thoriqat Syathariyah, lalu berangkat ke Madinah. setelah selesai melaksanakan haji, Maulana Hasanuddin kembali ke Gunung Pulosari beserta ayahanda beliau. Setelah Maulana Hasanuddin menjalankan ibadah haji, terdengar kabar kematian beberapa penjaga Banten yaitu Pucuk Umun di Jung Kulon, Dewa Ratu di Panahitan, Prabu Langkarang di Tanjung Tua, Prabu Langka Wastu di Gunung Raja Basa, Prabu Langgawana di Gunung Lor, Prabu Mundaeng Kalangon di Puncak Gunung Karang, Brama Kendala di Gunung Pulosari, Sida Sakti di Gunung Tanjung Pujut, Prabu Mundaiti di Gunung Kendeng, Prabu Lengkang Klincang Kangkaring di Gunung Karawang. dari sekian Ajar yang meninggal yang masuk Islam dan kekal dalam Islamnya yaitu berjumlah 486 orang Ajar.

Setelah pulang dari Makkah bersama ayahanda Sunan Gunung Jati, Sunan Gunung Jati memberikan titah kepada Maulana Hasanuddin “Hai anakku, carilah negara setengahnya adalah lautan”. Maka, Maulana Hasanuddin pun mengikuti titah ayah beliau, Maulana Hasanuddin kembali ke Banten Girang diikuti oleh Mas Jong dan Agus Ju beserta para Ajar. Sesampainya di Banten Girang Maulana Hasanuddin mengumpulkan seluruh pengikutnya, lalu Maulana Hasanuddin berkata “Sekarang tunggulah kalian semua disini (Banten Girang), karena saya hendak berkeliling bersama santri dua ini yaitu Mas Jong dan Agus Ju” setelah berkata demikian, Maulana Hasanuddin beserta Mas Jong dan Agus Ju meninggalkan para Ajar di Banten Girang.

Selanjutnya Maulana Hasanuddin berjalan dari Banten Girang ke arah Selatan, lalu mengikuti pesisir selatan ke arah UJung Kulon, lalu ke Penahitan tanpa menggunakan perahu lagi. sesampainya ditengah-tengah dari Jung Kulon, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya “Menyelamlah kamu ke dalam lautan, ambilah Gong Kaleng” maka menyelamlah kedua dan berhasil mendapatkan Gong Kaleng. setelah mengangkat Gong Kaleng, Maulana Hasanuddin turun dari Panahitan dan melanjutkan ke Pulau Semangka terus ke Sidebu dan melanjutkan ke Bangka Hulu dan dilanjutkan ke Pulau Sulaibar lalu ke Malangkabu.

Di Malangkabu Maulana Hasanuddin berjumpa dengan Raja Malangkabu, dari sana beliau melanjutkan perjalanan ke arah Utara mengikuti pesisir hingga sampailah di Sirem negerinya Ratu Darah Putih Tanah Liat. disana Ratu Darah Putih sudah mendapat isyarat dari Allah SWT. agar masuk Islam dan akan datang kepadanya Seorang Waliyullah. Ratu Darah Putih akhirnya dapat bertemu dengan Maulana Hasanuddin di tengah laut, Ratu Darah Putih-pun Masuk Islam dan diajarkan dua kalimat syahadat oleh Maulana Hasanuddin.

Setelahnya masuk Islam Ratu Darah Putih diserahi oleh Maulana Hasanuddin untuk mengislamkan seluruh penduduk Lampung dan kepadanya diperintah menanam Merica di tanah Lampung. akhirnya keduanyapun berpisah Ratu Darah Putih pulang dan mengislamkan penduduk Lampung, sementara Maulana Hasanuddin kembali ke Timur menuju Karawang, dari Karawang Maulana Hasanuddin melanjutkan perjalanannya ke arah Selatan melewati hutan hingga sampai di Bogor Utara, lalu kembali kearah Barat melewati hutan dan sampai di Ujung Kulon dari Ujung Kulon kembali pulang ke Banten Girang hingga menetaplah Maulana Hasanuddin di Banten Girang.

Pengangkatan Maulana Hasanuddin menjadi Sultan Banten Pertama Setelah menetap di Banten Girang, Maulana Hasanuddin berucap kepada Mas Jong dan Agus Ju agar menempatkan masyarakatnya dan mendirikan perkampungan Banten. Maka keduanya pun segera melaksanakan titah Maulana Hasanuddin membuka dan membersihkan hutan dan pegunungan untuk didirikan perkampungan-perkampungan dan keduanya mengajak masyarakat untuk menempati hutan dan pegunungan yang sudah dibersihkan tersebut. Setelah selesai dengan tugasnya Mas Jong dan Agus Ju pun akhirnya kembali ke Banten Girang melaporkan tugas yang telah dilaksanakannya kepada Maulana Hasanuddin.

Suatu hari Maulana Hasanuddin berangkat dari Banten Girang menuju ke arah Utara mengikuti jalan pesisir Banten Serang, dan terus berjalan di atas laut diiringi oleh kedua santrinya Mas Jong dan Agus Ju. Ketika sampai di tengah lautan mereka sholat dua rakaat, setelah selesai dari sholatnya maka lautpun kering dan menjadi daratan, maka duduklah Maulana Hasanuddin di atas batu gilang (batu yang berwarna hitam pekat) yang ada di pancaniti (aula), yaitu disifati negri di jajaloka (Jayaloka) negri Surosoan. Disitulah Maulana Hasanuddin mendirikan keraton yang dinamai Kipanggang rupanya seperti tempat panggangan ikan pari.

Setelah keraton selesai didirikan, maka sang ayah Syarif Hidayatullah datang dan memberikan kabar kepada Maulana Hasanuddin bahwa Pangeran Ratu (Ratu Ayu Kirana) ibunda dari Ratu Pembayun, Pangeran Yusuf, Pangeran Arya, Pangeran Sunyararas, Pangeran Pajajaran, Pangeran Pringgalaya, Ratu Agung atau Ratu Kumadaragi, Pangeran Molana Magrib dan Ratu Ayu Arsanengah ini telah ditetapkan sebagai Sultan di Demak oleh Maulana Syarif Hidayatullah, maka menjadi ketetapan Maulana Syarif Hidayatullah juga kalau Maulana Hasanuddin menjadi Sultan di Banten.

Setelah Maulana Syarif Hidayatullah selesai mengutarakan tujuannya tanpa menunggu lama Maulana Syarif Hidayatullah berangkat kembali menuju Cirebon. Maka jadilah Maulana Hasanuddin Sultan Banten pertama, pertama tugas yang dilaksanakan oleh Maulana Hasanuddin adalah mendirikan masjid Agung, dan dalam titahnya sebagai Sultan Maulana Hasanuddin menugaskan Indra Kumala penjaga Gunung Karang yang bertempat tugas di Sumur Tujuh, Manik Kumala ditugaskan menjaga pemandian sungai Banten, Mas Jong ditugaskan menjaga Pintu Merah (Lawang Abang) di dalam istana sebelah kanan, dan Agus Ju ditugaskan menjaga pintu Utara.

Sultan
- 1527-1552 sebagai bawahan Demak
- 1552–1570 Maulana Hasanuddin
- 1651–1683 Ageng Tirtayasa
Sejarah
- 1527 Serangan atas Kerajaan Sunda
- 1813 Aneksasi oleh Hindia-Belanda

SILSILAH SULTAN YANG MEMERINTAH DI BANTEN

1. Syarif Hidayahtullah Susuhunan Gunung Jati *)
2. 1552-1570 Maulana Hasanuddin Panembahan Surasowan
3. 1570-1580 Maulana Yusuf Panembahan Pakalangan Gede
4. 1525-1552 Maulana Muhammad Pangeran Ratu Ing Banten
5. 1580-1596 Sultan Abul Mafachir Mahmud Abdul Kadir Kenari
6. 1596-1651 Sultan Abul Ma’ali Ahmad
7. 1651-1672 Sultan Ageng Tirtayasa-Abul Fath Abdul Fattah
8. 1672-1687 Sultan Abun Nasr Abdul Kahhar-Sultan Haji
9. 1687-1690 Sultan Abdulfadhl
10. 1690-1733 Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin
11. 1733-1750 Sultan Muhammad Syifa Zainul Arifin
12. 1750-1752 Sultan Syarifuddin Ratu Wakil
13. 1752-1753 Sultan Muhammad Wasi Zainul Alimin
14. 1753-1773 Sultan Muhammad Arif Zainul Asyikin
15. 1773-1799 Sultan Abul Mafakih Muhammad Aliyuddin
16. 1799-1801 Sultan Muhyiddin Zainussholihin
17. 1801-1802 Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin
18. 1802-1803 Sultan Wakil Pangeran Natawijaya
19. 1803-1808 Sultan Agilludin (Aliyuddin II)
20. 1808-1809 Sultan Wakil Pangeran Suramanggala
21. 1809-1813 Sultan Muhammad Syafiuddin
22. 1813-1820 Sultan Muhammad Rafi’uddin

Keterangan: *) Penguasa pertama yang tidak mentasbihkan diri menjadi raja

Sumber: BPCB-Kemendikbud, Ismail Muhammad, 1983