Sunan Drajat (Raden Syarifudin)

public profile

How are you related to Sunan Drajat (Raden Syarifudin)?

Connect to the World Family Tree to find out

Sunan Drajat (Raden Syarifudin)'s Geni Profile

Share your family tree and photos with the people you know and love

  • Build your family tree online
  • Share photos and videos
  • Smart Matching™ technology
  • Free!

Sunan Drajat (Syarifuddin) Bin Raden Rahmat (Raden Haryo Teja), Walisongo

Indonesian: Sunan Drajad (R. Qosim / Syarifudin), Walisongo
Also Known As: "Raden Qasim", "Maulana Hasyim"
Birthdate:
Death: 1522 (47-57)
Desa Drajat, Paciran , Lamongan, Lamongan Regency, East Java, Indonesia
Place of Burial: Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
Immediate Family:

Son of Raden Raden Ali Rahmat "Sayyid Ahmad Rahmatullah" (Maulana Rachmatullah) Rahmat, Sunan Ampel; Nyi Ageng Manila and Nyai Ageng Manila (Dewi Chadrarawati)
Husband of Dewi Sufiyah
Father of Hamid; Pangeran Trenggana; Sayyid Musa (Sunan Pakuan) [Ari]; Pangeran Sandi; Dewi Wuryan and 2 others
Brother of Dewi Saroh; Sunan Ngudung (Panembahan Palembang) (Ustman Haji); Sunan Bonang (Maulana Makdum Ibrahim); Pangeran Tumapel, Syech Kambyah Pangeran Lamongan; Private and 13 others
Half brother of Raden Syaripah Syafiah Sunan Ampel; Raden Satmoto; 8 Sunan Demak (R. Zainal Abidin); 10 Raden Faqih (Sunan Ampel 2); Syarifah Dewi Murtasiyah Asyiqah and 12 others

Occupation: 4th of Wali Songo
Managed by: Private User
Last Updated:

About Sunan Drajat (Raden Syarifudin)

(Hasim Darojat).

Link to his profile:

http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Drajat

Name in Alawiyin website: SYARIFUDDIN-RAHMATULLAH-24(5. Sunan*Derajat).

Reference Link: http://www.genealogy.com/ftm/a/s/y/Naqobatul-Asyrof-Jakarta/WEBSITE...



Maulana Hasyim/Masih Ma'unat/Raden Qosim/Syarifuddin (Sunan Drajat). Seorang drp Wali Songo.


Sunan Drajad / Raden Qosim / Sunan Mayang Madu

Gelar : Sunan Mayang Madu dari Raden Patah pada tahun saka 1442/1520 M.

Lahir : 1470 M
Wafat : 1522 M., makam di Desa Drajat, Kecamatan Paciran.

Ayah : Sunan Ampel dari Dewi Condrowati
adik dari Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang.

Penyebar agama islam desa Drajad (tanah perdikan di kecamatan Paciran, pemberian kerajaan Demak). Beliau sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal berjiwa sosial, sangat memperha­tikan nasib kaum fakir miskin. Ia terle­bih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran. Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang mempu­nyai otonomi.

Sunan Drajat mendirikan Pesantren Dalem Duwur di Desa Drajat, Paciran sebagai pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad XV dan XVI Masehi. Pada lintel pintu masuk cungkup Sunan Drajat, terukir angka tahun berbentuk candra sangkala mulya guna panca waktu atau tahun 1531 Saka (1609 M), yang dianggap sebagai pembangunan atau pemugaran makam itu. Pada dinding luar langkan bagian barat, juga terlukis candra sengkala memet (sangkala dalam bentuk gambar) yang ditafsirkan dengan rumusan segara ombak pinanah tunggal atau tahun 1544 Saka (1622 M).

Sejumlah peninggalan Sunan Drajat masih tersimpan di Lamongan. Beberapa peninggalan tersebut, diantaranya adalah sisa-sisa perangkat gamelan. Mulai dari bonang, angklung, ketuk, rebab, gender dan saron. Pada peninggalan gamelan itu, perangkat angklungnya dihiasi dengan ragam hias singa mengkok yang oleh masyarakat dikenal dengan gamelan Singo Mengkok.

Sebagai penghargaan atas keberha­silannya menyebarkan agama Islam dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, beliau memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah Sultan Demak pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.

Filosofi Sunan Drajat
Filosofi Sunan Drajat dalam pengentasan kemiskinan kini terabadikan dalam sap tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Secara lengkap makna filosofis ke tujuh sap tangga tersebut sebagai berikut :
Memangun resep teyasing Sasomo (kita selalu membuat senang hati orang lain)
Jroning suko kudu eling Ian waspodo (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)
Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita-cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan).

Meper Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu)
Heneng – Hening – Henung (dalam keadaan diam kita akan mem­peroleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita – cita luhur).

Mulyo guno Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu).
Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masya­rakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita).

Dalam sejarahnya Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang Wali pencipta tembang Mocopat yakni Pangkur. Sisa – sisa gamelan Singomeng­koknya Sunan Drajat kini tersimpan di Musium Daerah.
Untuk menghormati jasa – jasa Sunan Drajat sebagai seorang Wali penyebar agama Islam di wilayah Lamongan dan untuk melestarikan budaya serta benda-­benda bersejarah peninggalannya Sunan Drajat, keluarga dan para sahabatnya yang berjasa pada penyiaran agama Islam.

Raden Qosim yang sudah mewarisi ilmu dari ayahnya kemudian diperintah untuk berdakwah di sebelah barat Gresik yaitu daerah kosong dari ulama besar antara Tuban dan Gresik.
Raden Qosim memulai perjalanannya dengan naik perahu dari Gresik sesudah singgah ditempat Sunan Giri. Dalam perjalanan ke arah Barat itu perahu beliau tiba-tiba dihantam oleh ombak yang besar sehingga menabrak karang dan hancur. Hampir saja Raden Qosim kehilangan jiwanya. Tapi bila Tuhan belum menentukan ajal seseorang biar bagaimanapun hebatnya kecelakaan pasti dia akan selamat, demikian pula halnya dengan Raden Qosim. Secara kebetulan seekor ikan besar yaitu ikan talang datang kepada Raden Qosim dan beliau pun menaiki punggung ikan tersebut hingga selamat ke tepi pantai.

Raden Qosim sangat bersyukur dapat lolos dari musibah itu. Beliau juga berterima kasih kepada ikan talang yang telah menolongnya sampai ke tepi pantai. Untuk itu beliau berpesan kepada anak keturunan beliau untuk tidak memakan daging ikan talang. Bila pesan ini dilanggar akan mengakibatkan bencana, yaitu ditimpa penyakit yang tiada obatnya lagi.

Ikan talang tersebut membawa Raden Qosim hingga ke tepi pantai yang termasuk wilayah desa Jelag (sekarang termasuk desa Banjarwati), kecamatan Paciran. Di tempat itu Raden Qosim disambut masyarakat dengan antusias, lebih-lebih setelah mereka tahu bahwa Raden Qosim adalah putera Sunan Ampel seorang wali besar dan masih terhitung kerabat kerajaan Majapahit.

Di desa Jelag itu Raden Qosim mendirikan pesantren, karena caranya menyiarkan agama Islam yang unik maka banyaklah orang yang datang berguru kepadanya. Setelah menetap satu tahun di desa Jelag, Raden Qosim mendapat ilham supaya menuju ke arah selatan, kira-kira berjarak 1 km disana beliau mendirikan langgar atau surau untuk berdakwah.

Tiga tahun kemudian secara mantap beliau mendapat petunjuk agar membangun tempat berdakwah yang strategis yaitu ditempat ketinggian yang disebut Dalem Duwur. Di bukit yang disebut Dalem Duwur itulah yang sekarang dibangun Museum Sunan Drajad, adapun makam Sunan Drajad terletak di sebelah barat Museum tersebut.

Raden Qosim adalah pendukung aliran putih yang dipimpin oleh Sunan Giri. Artinya dalam berdakwah menyebarkan agama Islam beliau menganut jalan lurus, jalan yang tidak berliku-liku. Agama harus diamalkan dengan lurus dan benar sesuai ajaran Nabi. Tidak boleh dicampur dengan adat dan kepercayaan lama.

Meski demikian beliau juga mempergunakan kesenian rakyat sebagai alat dakwah, didalam museum yang terletak disebelah timur makamnya terdapat seperangkat bekas gamelan Jawa, hal itu menunjukkan betapa tinggi penghargaan Sunan Drajad kepada kesenian Jawa.

Dalam catatan sejarah wali songo, Raden Qosim disebut sebagai seorang wali yang hidupnya paling bersahaja, walau dalam urusan dunia beliau juga rajin mencari rezeki. Hal itu disebabkan sikap beliau yang dermawan. Dikalangan rakyat jelata beliau bersifat lemah lembut dan sering menolong mereka yang menderita.

Diantara ajaran beliau yang terkenal adalah sebagai berikut:

Menehono teken marang wong wuto
Menehono mangan marang wong kan luwe
Menehono busono marang wong kang mudo
Menehono ngiyup marang wong kang kudanan
Artinya kurang lebih demikian :

Berilah tongkat kepada orang buta
Berilah makan kepada orang yang kelaparan
Berilah pakaian kepada orang yang telanjang
Berilah tempat berteduh kepada orang yang kehujanan
Adapun maksudnya adalah sebagai berikut: Berilah petunjuk kepada orang bodoh (buta) Sejahterkanlah kehidupan rakyat yang miskin (kurang makan) Ajarkanlah budi pekerti (etika) kepada yang tidak tahu malu atau belum punya adab tinggi. Berilah perlindungan kepada orang-orang yang menderita atau ditimpa bencana. Ajaran ini sangat supel, siapapun dapat mengamalkannya sesuai dengan tingkat dan kemampuan masing-masing. Bahkan pemeluk agama lainpun tidak berkeberatan untuk mengamalkannya.

Tentang puncak ma’rifat Sunan Drajad menuliskan perumpaannya sebagai berikut :

“Ilang, jenenge kawula,
Sirna datang ana keri,
Pan ilangwujudira,
Tegese wujude widi,
Ilang wujude iki,
Aneggih perlambangira,
Lir lintang karahinan,
Keserodotan sang hyang rawi,

Artinya:

Hilang jati diri makhluk,
Lenyap tiada tersisa,
Karena hilang wujud keberadaannya
Itulah juga wujud Tuhan,
Itulah yang ada ini,
Adapun persamaannya,
Seperti bintang diwaktu siang
Yang tersinari matahari.

Disamping terkenal sebagai seorang wali yang berjiwa dermawan dan sosial, beliau jua dikenal sebagai anggota wali songo yang turut serta mendukung dinasti Demak dan ikut pula mendirikan mesjid Demak. Simbol kebesaran umat Islam pada waktu itu.

Dibidang kesenian, disamping terkenal sebagai ahli ukir beliau juga pertama kali yang menciptakan Gending Pangkur, hingga sekarang gending tersebut masih disukai rakyat jawa. Sunan Drajad demikian gelar Raden Qosim, diberikan kepada beliau karena beliau bertempat tinggal di sebuah bukit yang tinggi, seakan melambangkan tingkat ilmunya yang tinggi, yaitu tingkat atau dejat para ulama muqarrobin. Ulama yang dekat dengan Allah SWT.

Penghargaan

Pemerintah Kabupaten Lamongan mendirikan Musium Daerah Sunan Drajat disebelah timur Makam. Musium ini telah diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur tanggal 1 Maret 1992.
Upaya Bupati Lamongan R. Mohamad Faried, SH untuk menyelamatkan dan melestarikan warisan sejarah bangsa ini mendapat dukungan penuh Gubernur Jawa Timur dengan alokasi dana APBD I yaitu pada tahun 1992 dengan pemugaran Cungkup dan pembangu­nan Gapura Paduraksa senilai Rp. 98 juta dan anggaran Rp. 100 juta 202 ribu untuk pembangunan kembali Masjid Sunan Drajat yang diresmikan oleh Menteri Penerangan RI tanggal 27 Juni 1993. Pada tahun 1993 sampai 1994 pembenahan dan pembangunan Situs Makam Sunan Drajat dilanjutkan dengan pembangunan pagar kayu berukir, renovasi paseban, bale rante serta Cungkup Sitinggil dengan dana APBD I Jawa Timur sebesar RP. 131 juta yang diresmikan Gubernur Jawa Timur M. Basofi Sudirman tanggal 14 Januari 1994.

Warisan budaya tersebut sekarang disimpan di Museum Sunan Drajat. Dari unsur-unsur gamelan dari periode Sunan Drajat tersebut ternyata ada semua pada gamelan pada abad ke-18, sebagaimana ditulis oleh Raffles di dalam karyanya The History Of Java, ataupun oleh Th G Th Pigeaud dalam Literature of Java III. Jadi tampaknya bentuk gamelan itu tidak banyak mengalami perubahan.

Selain gamelan, selama dakwah Sunan Drajat juga menulis tembang pangkur yang kemudian berasimilasi dengan perkembangan sastra macapat pada akhir abad ke-15. Dalam konteks ini, dapat dipahami bahwa para pelestari budaya di Drajat memandang tembang Pangkur dianggap sebagai kependekan dari Pangudi isine Al-Qur'an.

Sunan Drajat juga memanfaatkan sastra suluk, di antaranya bait-bait dari Serat Dewa Ruci yang waktu itu telah sangat popular di dalam masyarakat untuk kepentingan dakwah Islam.

view all 11

Sunan Drajat (Raden Syarifudin)'s Timeline